Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/12/2018, 10:27 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Kemajuan teknologi informasi dan ekonomi digital ternyata juga mendorong sisi gelap internet, media sosial, dan lompatan teknologi telah menjadi semakin jelas dalam beberapa tahun terakhir.

Dari sisi ekonomi digital, apa yang baik untuk bisnis belum tentu baik untuk individu atau masyarakat. Lompatan teknologi informasi justru memudahkan orang untuk memanipulasi opini, melemparkan kebencian, dan menghasut untuk tindak kekerasan.

Secara naif banyak orang pernah mengatakan akses ke World Wide Web akan secara pasti mendemokratisasi informasi; hari ini, justru menimbulkan kekuatiran hal ini justru dapat membawa damapk buruk.

Apakah yang dapat dilakukan untuk mendukung teknologi yang lebih manusiawi, etis, dan efektif?

Persoalan nilai kemanusiaan dalam teknologi

Dilansir dari World Economic Forum, salah satu cara penting mengatasi masalah ini adalah dengan mereformasi pendidikan STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika). 

Baca juga: Mengubah Matematika, dari Terlanjur Benci jadi Terlanjur Sayang

Selama ini pembuat kebijakan di seluruh dunia sudah berfokus pada peningkatan jumlah lulusan STEM dan keragaman siswa STEM. 

Tetapi masih dipandang perlu untuk memperluas cakupan pendidikan STEM, untuk memastikan bahwa siswa belajar untuk mengevaluasi dan menanggapi konsekuensi sosial, ekonomi, dan politik dari pekerjaan mereka.

Dibutuhkan pengembangan kurikulum yang sama sekali baru agar generasi teknologi, insinyur, ilmuwan, dan matematikawan generasi mendatang mampu mempertimbangkan efek dari tindakan atau hasil inovasi mereka terhadap masyarakat.

Tanpa kerangka seperti itu, akan muncul kesenjangan besar antara inovasi dan realitas nilai-nilai kemanusiaan.

Memasukan etika dalam pendidikan STEM

Untungnya, benih revolusi pendidikan ini sudah tumbuh. Beberapa universitas menambahkan kelas etika ke kurikulum STEM. Universitas Stanford, salah satu referensi pendidikan STEM ke industri teknologi, baru-baru ini menambahkan subyek pelajaran dengan topik seperti "Etika, Kebijakan Publik, dan Perubahan Teknologi" dan "Komputer, Etika, dan Kebijakan Publik."

Stanford juga baru-baru ini meluncurkan Human-Centered AI Initiative , yang mengakui bahwa "perkembangan AI (kecerdasan buatan) harus dipasangkan dengan studi tentang dampaknya pada masyarakat.

 

Casey Fiesler dari University of Colorado, tengah mengumpulkan beragam silabus yang berfokus pada etika teknologi. Saat ini telah terkumpul database online yang sudah berisi lebih dari 200 silabus dari universitas di seluruh dunia.

Namun hanya seperempat dari kursus-kursus tersebut yang diajarkan fakultas terkait sains dan ilmu komputer. Sisanya diajarkan di departemen seperti hukum, filsafat, dan komunikasi, yang berarti belum disesuaikan dengan tantangan berhubungan dengan STEM.

Integrasi ilmu humaniora

Hal inilah yang menjadi dasar pendirian Responsible CS Challenge yang diluncurkan bulan lalu oleh Omidyar Network, Schmidt Futures, Craig Newmark Philanthropies, dan Mozilla.

Lembaga ini dalam dua tahun ke depan akan mendorong profesor ilmu komputer di Amerika Serikat untuk mengintegrasikan etika ke dalam kurikulum sarjana mereka sehingga siswa STEM dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam dan komplek tentang bagaimana teknologi mempengaruhi umat manusia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com