Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Menggagas Reformasi Sekolah Vokasi di Indonesia

Kompas.com - 30/03/2019, 13:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Budy Sugandi

PENDIDIKAN menjadi salah satu isu yang tak pernah lekang dibahas dalam setiap debat Pemilu Presiden tahun ini. Buktinya, dalam debat ketiga yang diikuti oleh calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno kembali menitikberatkan pada pendidikan, khususnya sekolah vokasi (SV).

Sedikit kilas balik, Ma'ruf memilih untuk melakukan reformasi pendidikan dari tingkat dasar hingga universitas.

Untuk tingkat SMK, ia akan merevitalisasi SMK, politeknik, dan akademi sesuai dengan tuntutan pasar. Ia juga akan melibatkan dunia usaha dan dunia industri dalam menjalankan program ini.

Adapun Sandiaga memastikan agar SMK terhubung dengan penyedia lapangan kerja di dunia usaha dan pemerintah melalui program Rumah Siap Kerja.

Program ini menghubungkan pencari kerja dan penyedia lapangan kerja dan memberi keterampilan kepada pencari kerja.

Namun dalam kesimpulannya, keduanya kompak membatasi hanya pada tahun 2045. Padahal, jika kita menilik pendidikan negara-negara maju, program vokasi ini mereka rancang berskala panjang dan kontinuitas dari 50 sampai 100 tahun ke depan.

Mari kita belajar pada penerapan pendidikan vokasi yang diterapkan di negara-negara maju, seperti Jerman.

Jerman berhasil mengoptimalkan fungsi sekolah kejuruan/vokasi (berufsschule). Dengan menerapkan model dual system, mereka memiliki jumlah pengangguran paling sedikit di Eropa.

Model dual system tercipta sebagai hasil kolaborasi antara pemerintah dan swasta. Siswa vokasi di negara itu memiliki jam belajar di sekolah satu sampai dua hari dan di perusahaan tiga sampai empat hari. Full selama masa sekolah.

Siswa mendapatkan hak gaji dan cuti selama proses belajar tersebut. Alhasil, setelah lulus, siswa memiliki kecakapan dari satu bidang yang diminati dan benar-benar siap bekerja.

Kisah lain sekolah vokasi datang dari China. Di Negeri Tirai Bambu ini, kita bisa melihat banyaknya produk inovasi lahir justru berkat kontribusi pendidikan vokasi yang diterapkan.

Sebut saja Alipay, Payease, WeChat, dan lain-lain yang memungkinkan masyarakat menyelesaikan hampir semua aktivitas kebutuhan sehari-hari hanya dengan ponsel.

Kemajuan ekonomi, sains, dan teknologi yang mengguncang dunia ini tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan pemerintah China di bawah Presiden Xi Jinping dalam menjaga kualitas SV di negara tersebut.

Masyarakatnya pun menanamkan spirit konfusius, di mana pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental, yakni "If your plan for one year plant rice, if your plan is for 10 years plant trees, if your plan is for 100 years educate children."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com