"Jembatan Bahasa", Solusi Inovasi Pembelajaran di Tengah Bahasa Daerah

Kompas.com - 14/04/2019, 20:03 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Pagi itu ruang kelas 1 SDN Sarikalampa di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, sudah riuh dengan suara anak-anak. Mereka berebut menyebutkan nama benda pada gambar di papan tulis yang ditunjuk oleh sang guru, Nurdiana.

Nama benda-benda tersebut ditulis dalam bahasa daerah, yaitu bahasa Mbojo. Sang guru pun menjelaskan benda tersebut dengan menggunakan bahasa Mbojo. Sesekali pula ia menyelipkan bahasa Indonesia saat menjelaskan tentang benda tersebut kepada siswa-siswanya.

Penggunaan bahasa daerah memang sangat dominan di keseharian masyarakat Bima termasuk anak-anak. Sebuah kondisi yang kemudian menjadi tantangan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Tantangan bahasa daerah

Anak-anak masih kesulitan memahami pelajaran yang diberikan. Salah satu alasannya adalah karena anak-anak yang duduk di SD kelas awal tersebut belum menguasai bahasa pengantar pembelajaran – bahasa Indonesia.

Tantangan ini pula yang di alami oleh Nurdiana selama bertahun-tahun mengajar sebagai guru di SD kelas awal di Bima.

"Anak-anak di kelas kerap mengalami kesulitan ketika memahami konsep pelajaran karena pelajaran diberikan bukan dalam bahasa Ibu mereka, tetapi bahasa yang belum terlalu akrab di telinga mereka," ujar Nurdiana.

Nurdiana melanjutkan, "Dulu, saya hanya mencampur-campur bahasa begitu saja dalam menyampaikan pelajaran, dan tidak beraturan. Hasilnya, ketika saya memberikan tugas baik di kelas ataupun di rumah, anak-anak tidak tuntas menyelesaikannya karena ada hal-hal yang mereka tidak pahami."

Program multibahasa

Namun, cara mengajar Nurdiana mulai berubah sejak terlibat dalam program rintisan yang dilaksanakan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) di Kabupaten Bima, yaitu program rintisan pembelajaran multibahasa berbasis bahasa Ibu atau dikenal dengan program rintisan GEMBIRA.

Baca juga: Perkembangan Teknologi Harus Diikuti dengan Inovasi Pembelajaran

 

Ia mengaku pandangan berubah dan menyadari mengajar dengan kondisi spesifik seperti di sekolahnya membutuhkan pendekatan inovatif namun tetap terstruktur.

Tidak hanya soal penggunaan bahasa, namun juga penggunaan materi pembelajaran yang mendukung proses belajar mengajar.

"Saya diperkenalkan dengan beberapa metode baru melalui pelatihan yang dilakukan oleh program INOVASI. Misalnya jembatan bahasa, serta bagaimana menggunakan Big Book atau Buku Besar dalam pembelajaran, dan juga beberapa cara lainnya. Pengetahuan baru tersebut kemudian saya terapkan di kelas," kata Nurdiana.

Metode Jembatan Bahasa

Ilustrasi. Nurdiana, guru kelas 1 SDN Sarikalampa di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.Dok. INOVASI Ilustrasi. Nurdiana, guru kelas 1 SDN Sarikalampa di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.

Jembatan bahasa diterapkan dengan terlebih dahulu menjelaskan berbagai konsep pada anak dengan menggunakan bahasa Mbojo.

Nurdiana tidak langsung memaksakan penggunaan bahasa Indonesia, namun secara perlahan-lahan, ketika dia mulai melihat anak-anak sudah cukup kuat dalam memahami konsep tersebut, Nurdiana akan mulai menyampaikan pelajaran dalam bahasa Indonesia.    

Nurdiana adalah salah satu guru di SDN Sarikalampa, sekolah dampingan INOVASI, sebuah program kemitraan Pemerintah Indonesia dan Australia bertujuan menemukan dan memahami cara meningkatkan hasil belajar siswa kelas awal, khususnya berkaitan kemampuan literasi dan numerasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau