DQLab
Komunitas data scientist

Komunitas praktisi dan industri dalam program belajar data science oleh DQLab (dqlab.id).

Bisakah "Quick Count" Menggantikan "Real Count"? Ini Jawaban Pakar UMN

Kompas.com - 12/06/2019, 17:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Berdasarkan rekapitulasi KPU lalu, hasil pilpres 2019 menunjukan hasil 55,5 persen pasangan 01 Jokowi-Ma'ruf dan 44,5 persen untuk pasangan 02 Prabowo-Sandi.

Sementara, hitung cepat Litbang Kompas sebelumnya memprediksi hasil 54,45 persen untuk pasangan 01 Jokowi-Ma'ruf dan 45,55 persen untuk pasangan 02 Prabowo-Sandi dengan margin of error di bawah 1 persen.

Angka ini didapat Litbang Kompas dengan cara memilih sampel yang mewakili karakteristik penduduk yang bisa memilih presiden di Indonesia.

Karena hasil quick count pilpres 2019 bergantung pada kualitas sampel, mungkinkah memilih sampel menghasilkan data quick count (QC) yang sama dengan real count (RC) atau rekapitulasi KPU?

DQLab berbincang dengan pengajar statistika Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Tan Thing Heng untuk mendapatkan jawaban tersebut.

Kunci: representatif sampel

Tan Thing Heng menjelaskan dari sudut pandang ilmu statistika kecil peluang QC akan menghasilkan hasil sama persis RC karena ada sampling error. Namun bila sampel dipilih representatif dan memenuhi syarat kecukupan, maka kemungkinan besar hasil QC tidak jauh berbeda hasil RC.

"Lembaga-lembaga survei yang melakukan quick count menggunakan metode berbeda pengambilan sampel, sehingga hasil didapatkan juga tidak sama. Kalaupun lembaga-lembaga tersebut menggunakan teknik sampling sama, ada kemungkinan hasil didapatkan berbeda karena perbedaan sampel TPS dipilih," jelasnya.

Lebih jauh Tan menjelaskan salah satu syarat dari pengambilan sampel adalah pengambilan sampel yang representatif terhadap populasi.

"Dari data TPS dapat dibuat pengelompokan TPS berdasarkan karakteristik-karakteristiknya sehingga dari masing-masing kelompok TPS tersebut dapat diambil sampel acak yang representatif secara proporsional dari masing-masing kandidat," urainya.

Peluang pemilih dan variable relevan

Untuk menentukan peluang pemilih menentukan kandidat, dosen UMN ini menjabarkan langkah pertama yakni membuat profil pemilih masing-masing kandidat berdasarkan variabel seperti usia, jenis kelamin, domisili, pekerjaan, pilihan partai politik dan variabel relevan lain.

"Dari profil ini dapat dilakukan analisis menggunakan model statistika atau algoritma data science untuk menghitung peluang pemilih untuk memilih kandidat tertentu," ujarnya.

Menurutnya, peluang seseorang menggunakan hak pilih cenderung dipengaruhi lokasi TPS terhadap lokasi tempat tinggal pemilih dan kesadaran berpartisipasi dalam pemilu. Data yang bisa dipertimbangkan untuk menilai hal ini adalah data partisipasi pemilih pada periode sebelumnya.

Untuk memilih variabel yang relevan dapat dilakukan proses eliminasi variabel-variabel yang tidak relevan dengan pilihan kandidat dengan mempertimbangkan masukan dari ahli dalam sosiodemografi dan perilaku pemilih dan menggunakan model statistika dan data science sehingga variabel-variabel dipilih.

Peran Data Wrangling

Pengajar statistika Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Tan Thing Heng Dok. DQLab Pengajar statistika Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Tan Thing Heng

Ia juga mengingatkan, pada data mentah yang didapatkan dari berbagai sumber, biasanya masih terdapat data tidak lengkap dan adanya overlap antar data.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau