KOMPAS.com – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan lokakarya dengan tema “Guru Milenial: Sebuah Profesi di Masa Depan”, Kamis (10/10/2019) di kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta.
Acara itu dilakukan bekerja sama dengan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) dalam rangka memperingati Hari Guru Sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Oktober.
Dalam sambutan, Mendikbud Muhadjir Effendy mengingatkan pentingnya profesionalisme guru untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul.
"Kalau saya ditanya, di pendidikan apa yang harus pertama diprioritaskan? Menurut saya adalah guru. Karena guru inilah kuncinya. Kita tidak mungkin berbicara SDM unggul, kalau guru tidak memiliki kapasitas itu. Karena itu, di akhir masa jabatan, saya fokus ke guru," kata Mendikbud melalui keterangan tertulis.
Sebelumnya, ia menjelaskan, ada tiga indikator guru profesional, yaitu keahlian, tanggung jawab sosial, dan rasa kebanggaan bersama.
Sebagai pekerjaan profesional, profesi guru menuntut keahlian tertentu yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan dalam waktu yang cukup lama dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi.
Baca juga: Forum Komunikasi FKIP Ajak Guru Lakukan Transformasi Pembelajaran
Menurut Muhadjir, pekerjaan profesional itu artinya tidak ada orang yang bisa mengerjakan pekerjaan itu kecuali mereka yang belajar dan terlatih cukup lama.
"Kalau ada pekerjaan, tidak perlu sekolah lama-lama, atau juga tingkat kesulitan tidak terlalu tinggi sehingga hampir semua orang bisa melaksanakan, maka itu bukanlah profesi," imbuhnya.
Ia mengharapkan agar setiap guru dapat memahami tanggung jawab sosial yang menempel pada profesinya. Dampak pekerjaan seorang guru bukan hanya bersifat pribadi, melainkan sifatnya publik.
"Misalnya guru itu mengajari anak salah, maka yang menderita nanti bukan hanya anak yang salah itu, tetapi semua orang yang berelasi dengan anak itu," ucap Muhadjir.
Menurut dia, seorang profesional pasti berhubungan dengan sesama kolega, sejawat, danseprofesinya untuk saling berbagi pengalaman terhadap profesi yang dilakukan. Di situlah pentingnya asosiasi profesi.
“Jadi itulah mengapa di dalam Undang-undang Guru dan Dosen harus bergabung dengan asosiasi profesi,” tuturnya.
Muhadjir juga memberi motivasi kepada para guru yang masih berstatus honorer dengan gaji yang relatif kecil. Ia berpesan agar para guru yang belum memiliki status pegawai tetap tidak berkecil hati. Apalagi sampai menganggap rendah dirinya sendiri.
"Tentang kedudukan guru honorer, bagaimana kita membangun kepercayaan diri di depan kelas, percaya bahwa profesi guru disegani," ungkapnya.
Mendikbud pun menyampaikan upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru, khususnya kejelasan status para guru honorer yang telah cukup lama mengabdi.
"Pak Dirjen GTK dengan Pak Dirjen Perimbangan Keuangan sedang bekerja keras memastikan. Mudah-mudahan mulai tahun depan (gaji) guru honorer tidak diambilkan dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah), tetapi dari DAU (Dana Alokasi Umum)," pungkas Muhadjir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.