Ada Siswa Tidak Naik Kelas Itu Biasa, Ini yang Perlu Jadi Perhatian

Kompas.com - 01/11/2019, 08:19 WIB
Erwin Hutapea,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Dunia pendidikan di Indonesia, khususnya di ibu kota Jakarta, mendadak heboh dengan kemunculan masalah gugatan ke pengadilan oleh satu orang tua murid kepada pihak sekolah karena anaknya tidak naik kelas.

Orangtua bernama Yustina Supatmi menggugat secara perdata SMA Kolese Gonzaga, Jakarta Selatan, karena menduga sekolah itu dinilai membuat kesalahan yang memutuskan anaknya tidak naik kelas.

Jika dilihat ke sekolah lain, ternyata siswa yang tinggal kelas tidak menjadi masalah bagi siswa itu sendiri ataupun orang tuanya. Salah satunya dialami oleh Oka, seorang guru yang pernah mengajar di salah satu sekolah swasta yang juga berlokasi di Jakarta Selatan.

Orangtua legowo

Dia menceritakan, hubungan antara siswa dan orang tua dengan pihak sekolah terjalin cukup kooperatif karena wali kelas dan guru mata pelajaran (mapel) selalu melakukan berbagai pembinaan sejak dini secara berkesinambungan.

Pembinaan itu dilakukan khususnya kepada siswa yang memiliki nilai akademis dan perilaku di bawah standar yang ditentukan. Wali kelas pun bekerja sama dengan guru Bimbingan Konseling untuk mengatasi suatu masalah. Jika ada hal-hal khusus maka keterlibatan orangtua juga diperlukan.

Tidak hanya itu, wali kelas juga akan memberikan peringatan dan pendampingan khusus menjelang ujian apabila diketahui nilai rata-rata akademisnya seorang siswa masih kurang. Dengan begitu, siswa tersebut bisa lebih semangat dan fokus.

Baca juga: Bisakah Sekolah Digugat Ketika Anak Tidak Naik Kelas?

“Jika wali kelas aktif memberikan laporan ke orangtua, maka saat siswa dinyatakan tinggal kelas, orangtua sudah legowo (lapang dada menerima) dan memahami bahwa anaknya memang perlu mengulang lagi pelajaran-pelajaran di jenjang kelas tersebut,” ujar Oka ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (31/10/2019).

Ada juga sejumlah orangtua yang mengambil keputusan untuk memindahkan anaknya ke sekolah lain dengan maksud supaya anaknya tidak mengalami rendah diri.

Namun, menurut pengalaman dia selama menjadi pengajar di sekolah itu, belum pernah ada orangtua yang mengajukan protes setelah mengetahui anaknya tidak naik kelas.

Penyebab tidak naik kelas

Kalaupun ada protes dari orangtua siswa, masalahnya menyangkut perundungan (bullying) dari senior ke junior. Bahkan ada orangtua yang sempat memberi ancaman akan melaporkan problem itu ke aparat hukum.

“Di sekolah kami sikap siswa biasa saja ketika ada yang tidak naik kelas. Tetap berkawan, bermain bersama, tanpa ada saling ejek. Sekolah pernah mendapat ancaman dari orangtua akan dilaporkan ke polisi dan pengadilan, tapi bukan karena anaknya tidak naik kelas, melainkan karena anaknya mengalami tindakan bullying dari seniornya,” jelas Oka.

Ia mengungkapkan, ada beberapa faktor penyebab seorang siswa dinyatakan tinggal kelas, yaitu ada lebih dari tiga mapel yang nilai rata-ratanya di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM), terutama untuk mapel yang akan disertakan pada ujian nasional.

Faktor berikutnya adalah siswa itu sering melakukan pelanggaran terhadap tata tertib sekolah, baik pelanggaran ringan maupun berat, dan sering tidak masuk sekolah tanpa memberikan keterangan.

Melihat berbagai sudut pandang

Terkait gugatan orang tua siswa SMA Kolese Gonzaga ke pengadilan itu, Oka memandang kasus ini tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja, tetapi harus dari sudut pandang pihak sekolah dan orang tua.

Menurut pendapatnya, ada dua hal yang harus diperhatikan dalam masalah ini. Pertama, alasan pihak sekolah menyatakan bahwa siswa yang bersangkutan tidak naik kelas harus kuat dan spesifik.

“Apakah benar hanya karena gara-gara ada satu mapel yang nilainya di bawah KKM, merokok saat kegiatan di luar sekolah, dan makan kuaci di kelas maka siswa tersebut layak dinyatakan tinggal kelas? Hanya pihak sekolah yang bisa menjawab karena mungkin saja ada pelanggaran berat yang lain,” tutur Oka.

Hal kedua yakni mengenai tuntutan orang tua siswa yang berlebihan, apalagi sampai mengancam akan menyegel bangunan sekolah tersebut. Tuntutan itu dinilai kelewat batas karena tidak memikirkan kepentingan siswa-siswi lain yang masih sekolah di sana.

Maka dari itu, dia mengimbau sebaiknya masyarakat menunggu perkembangan kasus ini dan memercayakan kelanjutannya kepada aparat hukum.

“Kita tunggu saja hasil putusan peradilan,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau