Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjuangan Guru Pedalaman Papua, Ingin Wujudkan Mimpi Siswa jadi Orang Nomor Satu

Kompas.com - 05/01/2020, 15:20 WIB
Albertus Adit,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Pendidikan, khususnya di daerah pedalaman Papua, masih mengalami banyak ketertinggalan. Hal inilah dialami langsung seorang guru, Diana Cristian Da Costa Ati (23).

Saat berada di pedalaman Kabupaten Mappi, Provinsi Papua, dia mengaku prihatin dengan anak-anak usia sekolah yang kurang mendapatkan perhatian di bidang pendidikan dasar.

Seperti diberitakan di Kompas.com, ia bersama rekan-rekannya coba merubah nasib pendidikan anak-anak pedalaman tersebut.

"Dulunya, sekitar November 2018, anak-anak SD Inpres Kaibusene, Distrik Haju, Kabupaten Mappi sama sekali tidak bisa menyebutkan identitas negara Indonesia. Mereka menyebutkan warna bendera Indonesia adalah Bintang Kejora," katanya dalam rilis diterima Antara di Kota Jayapura, Papua, Kamis (27/6/2019).

Baca juga: Kisah Guru di Pedalaman Papua, Ajarkan Pancasila dan Lagu Indonesia Raya

Dulu tak bisa lagu Indonesia Raya

Menurut dia, siswa kelas 6 juga tidak bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bahkan lebih fatal lagi Pancasila tidak bisa dihafalkan.

Karena itulah Diana termotivasi untuk mengajarkan lagu Indonesia Raya dan Pancasila pada murid-muridnya itu.

"Saya menangis pertama kalinya, mau dibawa kemana nasib anak-anak ini? Mau salahkan siapa? Kondisi sekolah yang terbatas dengan segala fasilitasnya. Ruangan kelas cuma tiga, sehingga anak-anak yang belajar harus bercampur," ujarnya.

Diana berpandangan, apakah karena kurangnya tenaga pendidik, atau karena malasnya pendidik untuk turun tinggal di daerah sejuta rawa dan ikan betik itu.

Namun yang pasti bukan salah dari anak didik Diana. "Hal kecil tapi sangat miris ketika di dengar," imbuhnya.

Akan tetapi, hal itu mulai berbeda setelah dia dan rekan-rekannya memberikan perhatian soal pendidikan di SD Inpres Kaibusane.

Sebagai guru, ia dan rekannya menyiapkan perpustakaan mini dengan jumlah buku sebanyak 500 buah untuk dibaca setiap pukul 16.00 WIT.

Hal itu dia rasakan ada perbedaan sejak Februari 2019. Siswanya mengalami perubahan dan punya mimpi besar.

Ingin tidur di kasur empuk

Dari curahan hati siswanya itu, ada yang mengatakan mulai bosan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Anak-anak itu ingin tidur di kasur yang empuk, naik mobil serta ingin naik pesawat.

"Mereka berkata,..Ibu sa su capai ka begini terus, saya mau naik pesawat kayak bapak-bapak dorang di Jakarta sana. Naik mobil mewah, sa tra pernah naik mobil Ibu guru? Sa mau tidur di atas spon, sa mau minum air bersih, sa mau jadi orang hebat ibu...," katanya mengutip curahan hati para muridnya.

Baca juga: Kisah Perjuangan Reza, Anak Sopir Lulus ITB IPK 3,98

Untuk itulah Diana sangat termotivasi ingin memacu anak didiknya agar giat belajar meski dengan segala keterbatasan buku. Namun setidaknya siswanya telah latihan membaca dan menulis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com