Pendidikan yang "Memerdekakan" dan "Membangkitkan", Bukan yang "Cupu"...

Kompas.com - 20/05/2015, 11:22 WIB
Latief

Penulis

Oleh Indy Hardono

KOMPAS.com - Sebutlah namanya Radit, siswa berusia 18 tahun. Radit diterima di fakultas hukum perguruan tinggi negeri (PTN) ternama melalui jalur undangan tanpa tes. Radit sebetulnya ragu, apakah memang itu bidang studi yang akan dia geluti? Tapi, karena "tekanan" pihak sekolah yang mengatakan bahwa kalau dia tidak mengambil kesempatan itu, pihak sekolah akan menanggung akibatnya. Ya, di tahun berikutnya nanti, adik-adik kelasnya tidak akan mendapat kesempatan masuk lewat jalur undangan.

Tak hanya itu, "Tekanan" juga datang dari orang tuanya, seorang pengacara papan atas. Si orang tua memegang prinsip dari peribahasa lama bahwa 'buah apel tidak jatuh jauh dari pohonnya'.

Radit akhirnya masuk ke fakultas hukum. Baru dua semester dia menjalani studinya itu, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk keluar dan pindah ke jurusan seni yang sebetulnya bidang yang benar-benar dia inginkan.

Lain Radit, lain juga Mira, sebutlah begitu namanya. Usianya juga 18 tahun. Mira juga diterima di fakultas ekonomi jurusan manajemen salah satu PTN terkenal. Tapi, akhirnya dia memilih masuk ke sekolah tinggi swasta yang relatif baru dan mengkhususkan diri pada bidang studi kewirausahaan.

Mira mengambil keputusan itu karena memang punya 'passion' kuat menjadi seorang pengusaha. Keputusan itu diambil walaupun harus diiringi tangis sang ibu dan muka masam sang ayah. Kedua orang tuanya menganggap bahwa memilih sekolah tinggi ketimbang PTN ternama adalah keputusan bodoh! Ya, keputusan yang bodoh!

Sadarkah kita, berapa banyak orang tua yang merayakan keberhasilan anaknya meraih nilai Ujian Nasional (UN) tertinggi? Berapa banyak orang tua merayakan keberhasilan anaknya  diterima di universitas favorit?

Tapi, coba bandingkan, berapa banyak orang tua mau merayakan anaknya yang masuk sekolah kejuruan atau merayakan anaknya yang memutuskan masuk jurusan arkeologi, padahal sang ibu adalah dosen fakultas teknik?

Afrian Malik/KOMPAS.com Presiden Jokowi berfoto bersama para siswa peserta ujian nasional (UN) seusai melakukan sidak bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan di SMAN 2 Jakarta, Selasa (14/4/2015).
Normatif dan dogmatis

Sejak 1945 kita, orang Indonesia, memang sudah 'merdeka'. Kita memang sudah 'bangkit' sejak 1908. Tapi, apakah pendidikan kita sekarang sudah bisa dikategorikan sebagai pendidikan yang 'memerdekakan'. Apakah terasa bahwa pendidikan kita saat ini adalah yang 'membangkitkan' anak-anak bangsa? Anak-anak kita?

Jujur saja. Saat ini masih banyak siswa yang tidak 'merdeka' dalam mengeksplorasi minat mereka, mengeksplorasi sesuatu yang berbeda hanya karena dibatasi oleh norma-norma yang mengatakan bahwa "Kalau bukan jurusan eksakta, maka kamu tidak termasuk anak cerdas. Kalau tidak lulus UN, maka 'klaar' hidupmu!".

Adalah menjadi tontonan rutin di televisi ketika para siswa mulai SD sampai SMA menangis sesenggukan pada saat doa bersama menjelang UN, karena UN begitu disakralkan. UN dianggap sebagai momok, kesulitan dan 'ancaman' , meski tahun ini hal itu sudah mulai berubah.

Anggapan setelah lulus S-1, maka si anak 'harus' S-2 dan setelah itu S-3 sudah menjadi suatu hal lumrah. Banyak para lulusan S-1, ketika ditanya alasannya meneruskan ke jenjang S-2, maka sebagian besar menjawab, "Karena saya sudah lulus S-1!".

Bahkan, untuk lulusan S-2, jika ditanya alasanya meneruskan ke jenjang S-3, maka jawabannya adalah, "Karena saya sudah lulus S-2!".

Rasanya, tidak banyak orang menyadari bahwa ada tanggung jawab akademis yang diemban seseorang anak setelah meraih gelar doktor. Karena, gelar doktor seyogiyanya bukan sekedar untuk 'mempercantik' CV, bukan semata untuk kepentingan nyaleg, apalagi nyapres!.

Halaman:


Terkini Lainnya

Link Live Streaming Webinar Sosialisasi Pembukaan Pendaftaran KIP Kuliah Tahun 2025, Catat!

Link Live Streaming Webinar Sosialisasi Pembukaan Pendaftaran KIP Kuliah Tahun 2025, Catat!

Edu
H-1 Pendaftaran SNBP 2025, Ini Panduan Mulai Login hingga Finalisasi

H-1 Pendaftaran SNBP 2025, Ini Panduan Mulai Login hingga Finalisasi

Edu
Rasakan Ketidakadilan soal Tukin, Dosen ASN Kemendikti Saintek: Kami Merasa Dianaktirikan

Rasakan Ketidakadilan soal Tukin, Dosen ASN Kemendikti Saintek: Kami Merasa Dianaktirikan

Edu
13 Jurusan IPB Sepi Peminat, Acuan Daftar SNBP 2025 pada 4 Februari

13 Jurusan IPB Sepi Peminat, Acuan Daftar SNBP 2025 pada 4 Februari

Edu
Pendaftaran KIP Kuliah 2025 Segera Buka, Cek Besaran Bantuannya

Pendaftaran KIP Kuliah 2025 Segera Buka, Cek Besaran Bantuannya

Edu
Mendikti: Banyak Peraturan Menteri Tak Sesuai Prinsip Otonomi Perguruan Tinggi

Mendikti: Banyak Peraturan Menteri Tak Sesuai Prinsip Otonomi Perguruan Tinggi

Edu
Pendaftaran KIP Kuliah 2025, Bantuan hingga Rp 12 Juta Per Semester

Pendaftaran KIP Kuliah 2025, Bantuan hingga Rp 12 Juta Per Semester

Edu
Polemik Tukin Dosen ASN, Koordinator Adaksi: Salah Nadiem atau Menteri Sekarang?

Polemik Tukin Dosen ASN, Koordinator Adaksi: Salah Nadiem atau Menteri Sekarang?

Edu
Biaya Kuliah Mahal, Mendikti: Kalau Murah Bagaimana Dosen Bisa Mendidik?

Biaya Kuliah Mahal, Mendikti: Kalau Murah Bagaimana Dosen Bisa Mendidik?

Edu
Tidak Hadir di Demo Dosen Tuntut Tukin, Mendikti Satryo Hadiri Dies Natalis UI

Tidak Hadir di Demo Dosen Tuntut Tukin, Mendikti Satryo Hadiri Dies Natalis UI

Edu
Dosen ASN Ancam Mogok Mengajar jika Tuntutan Tukin Tak Dipenuhi

Dosen ASN Ancam Mogok Mengajar jika Tuntutan Tukin Tak Dipenuhi

Edu
Anggaran Tukin 2025 Rp 2,5 Triliun Hanya Cukup untuk Sepertiga Dosen ASN

Anggaran Tukin 2025 Rp 2,5 Triliun Hanya Cukup untuk Sepertiga Dosen ASN

Edu
Sekolah Minta Perpanjangan Pengisian PDSS SNBP 2025, Ketua SNPMB: Tidak Bisa

Sekolah Minta Perpanjangan Pengisian PDSS SNBP 2025, Ketua SNPMB: Tidak Bisa

Edu
Ramai Video Perbedaan Siswa Indonesia dan China, Pakar: Benahi Kualitas Guru

Ramai Video Perbedaan Siswa Indonesia dan China, Pakar: Benahi Kualitas Guru

Edu
Mendikdasmen: AI dan Coding Jadi Mata Pelajaran Pilihan Mulai Semester Depan

Mendikdasmen: AI dan Coding Jadi Mata Pelajaran Pilihan Mulai Semester Depan

Edu
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau