Siapa bilang membaca buku tidak produktif dan tidak bisa menghasilkan uang? Saya sudah membuktikan soal ini selama puluhan tahun.
Lalu bagaimana caranya membaca buku lalu bisa mendatangkan uang? Nah, jadilah seorang peresensi buku.
Pertama kali menulis di media massa mainstream, saya lakukan awal tahun 1990-an. Tulisan-tulisan saya pertama itu banyak yang merupakan resensi buku.
Apa itu resensi buku? Ya, tulisan yang meringkaskan isi sebuah buku baru, dan kemudian memberikan komentar atau pandangan, apakah suatu buku yang baru terbit itu (biasanya dalam waktu setahun terakhir) layak dibaca atau tidak.
Saya ingat sekali buku yang pertama kali saya resensi adalah buku “Mochtar Lubis: Wartawan Jihad” (1992), sebuah buku yang merupakan kumpulan tulisan para sahabat Mochtar Lubis dalam rangka memperingati ulang tahun Mochtar ke-70.
Kebetulan sekali seorang teman menjadi redaktur di majalah Matra, (alm) Ricardo Iwan Yatim, adik dari jurnalis senior, Debra Yatim.
Saya berkenalan dengan Rico – demikian Ricardo Iwan Yatim biasa dipanggil – karena kami sama-sama suka ikut program ekstensi Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di kawasan Rawasari, Jakarta Pusat.
Rico sendiri lulusan dari Filsafat UGM, sementara saya masih bergulat menyelesaikan skripsi saya di jurusan Komunikasi, FISIP UI. Kami berdua sering mengobrol dan satu kali ia tanya, “Mengapa kamu tidak menulis di media?”
Saya katakan, “Wah sudah coba, tapi ditolak terus...”
Lalu dia bertanya lagi, “Oke, apa buku yang sedang kamu baca sekarang?”
Sedikit ragu, lalu saya katakan buku Mochtar Lubis yang belum lama itu saya beli.
“Ya sudah, coba kamu tuliskan review kamu atas buku itu, dan kamu kirim ke saya, nanti saya bantu edit untuk masuk di majalah Matra.”
Bagai mendengar petir di bulan September, saya pun terbengong-bengong. Seorang redaktur majalah Matra langsung menawari saya menulis di majalahnya.
Buat yang beda generasi sama saya, majalah Matra itu majalah bulanan yang bergengsi kala itu. Sebuah majalah yang mempelopori penulisan soal gaya hidup dan majalah ini maunya dikhususkan untuk pembaca lelaki, dengan cover depan para model yang sering kali tampil seronok. Sayang majalah ini sekarang sudah tidak ada.
Jadilah saya bersemangat membaca buku Mochtar Lubis "Wartawan Jihad", dan memberi catatan kecil di kertas sebelum saya tuliskan resensinya.