Kompas.com - 26/10/2016, 09:55 WIB
Cahyu Cantika Amiranti

Penulis

KOMPAS.com—Indonesia butuh jutaan wirausahawan baru untuk mendorong perekonomian melaju lebih kencang. Sejumlah upaya sudah dan tengah dijalankan Pemerintah. Namun, ada juga upaya yang butuh nyali dari orang-orang Indonesia. Seperti apa data dan ceritanya?

"Kita masih butuh 1,7 juta sampai 1,8 juta bahkan butuh 5,8 juta pengusaha kalau menuju empat persen (persentase wirausahawan dari total penduduk)," kata Presiden Joko Widodo di acara Jambore Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Perguruan Tinggi se-ASEAN, di Bandung, Jawa Barat, Senin (23/5/2016).

Seperti dikutip Antara, Presiden mengatakan, jumlah pengusaha di Indonesia masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain sesama anggota ASEAN. Rata-rata, sebut Presiden, pengusaha di negara-negara tersebut sudah mencapai 4 persen populasi.

Merujuk data Global Entrepreneurship Monitor (GEM), pelaku wirausaha di Indonesia per 2014 baru berjumlah sekitar 4,125 juta orang. Dari total populasi Indonesia sekitar 250 juta jiwa, jumlah wirausahawan itu setara sekitar 1,65 persen.

Sebagai pembanding, merujuk data yang sama, Thailand sudah punya 3 persen wirausahawan, sementara Malaysia dan Singapura berturut-turut di kisaran 5 persen dan 7 persen. Versi lain bahkan menyebutkan persentase yang lebih tinggi, seperti Thailand sudah di kisaran 5 persen dan Malaysia 6 persen.

Menurut Presiden, jumlah wirausahawan juga punya korelasi dengan tingkat daya saing negara-negara bersangkutan. Banyak hal, ujar Presiden, masih harus dilakukan tak hanya oleh Pemerintah tetapi juga pelaku usaha dan masyarakat.

“Indeks daya saing global di 10 negara ASEAN tertinggi masih Singapura dengan 5,68 persen, kemudian Malaysia 5,23 persen, kemudian Thailand 4,64 persen, baru kemudian Indonesia 4,52 persen," katanya.

Presiden menyatakan, salah satu tujuan dari beragam program dan kebijakan Pemerintah yang sudah dan terus dijalankan sekarang adalah untuk mendorong perbaikan daya saing itu.
Pembenahan infrastruktur, misalnya, menurut Presiden bertujuan menekan biaya logistik, yang ujung-ujungnya adalah meningkatkan daya saing Indonesia.

"Perubahan yang kita lakukan itu adalah untuk membuka seluas-luasnya kesempatan bagi anak muda berusaha," ungkap Presiden dalam kesempatan itu.

THINKSTOCKPHOTOS Memulai bisnis sedari muda, bahkan sejak masih berstatus mahasiswa, bukanlah hal yang tidak mungkin.

Beberapa waktu sebelumnya, Presiden pun menyatakan, kewirausahaan akan otomatis membuka dan memperluas lapangan kerja. Ketika pengangguran berkurang, sebut Presiden, angka kemiskinan dengan sendirinya turun.

Itulah kenapa, Presiden berkeyakinan ekonomi Indonesia akan bergerak maju bila generasi muda mau menjadi wirausahawan. Terlebih lagi, imbuhnya, Indonesia memiliki pasar dan peluang yang sangat besar.

“Jangan mau pasar kita diduduki wirausahawan dari negara lain,” kata Presiden dalam acara penganugerahan Wirausaha Muda Mandiri, di Jakarta, seperti dikutip Kompas.com pada Kamis (12/3/2015).

Soal jumlah ideal wirausahawan di suatu negara, salah satu rujukan yang paling jamak dipakai adalah pendapat David C McClelland.  Dalam bukunya “The Achieving Society”, dia mengatakan suatu negara butuh paling tidak dua persen pengusaha dari total jumlah penduduk agar menjadi makmur dan sejahtera.
 
Pendidikan kewirausahaan

Mengacu pada semua pernyataan dan data di atas, Indonesia pun menggenjot beragam upaya. Misalnya, Kementerian Koperasi dan UKM mengimbau jiwa kewirausahaan sudah ditumbuhkan sejak bangku kuliah.

“Perguruan tinggi berperan melatih dan memotivasi generasi muda untuk memiliki semangat serta daya juang tinggi. Sebab, kewirausahaan menjadi isu penting dan strategis di tengah meningkatnya persaingan global,” ujar Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Agus Muharram, seperti dikutip Kompas.com, Senin (26/9/2016).

Menurut Agus, program pendidikan kewirausahaan penting diberikan di institusi pendidikan. Tujuannya, memunculkan semangat inovasi dan kreativitas dalam diri mahasiswa untuk menjadi wirausahawan pada masa mendatang.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau