PONTIANAK, KOMPAS.com - Penetapan izin pinjam pakai barang bukti Kapal Motor Mutiara Mina 4 (eks kapal Thailand Thepa 01) yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat menuai protes keras dari kalangan lembaga swadaya masyarakat dan instansi perikanan. Selain menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum terhadap penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), dikhawatirkan akan menyulitkan proses eksekusi saat kapal dinyatakan dirampas untuk negara.
Penetapan pinjam pakai di tingkat banding itu sangat disayangkan dan tidak etis, meski ada aturan yang membolehkan. Ini karena di tingkat Pengadilan Negeri Pontianak, pelaku divonis bersalah dan barang bukti kapal dirampas untuk negara. Dikhawatirkan kapal itu tidak akan kembali saat harus dieksekusi agar dirampas untuk negara, kata Kepala Stasiun P engawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak Bambang Nugroho, Senin (11/5).
Kekhawatiran itu menurutnya beralasan mengingat kapal yang sama pernah ditangkap Kapal Patroli Hiu 01 milik Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pada Oktober 2007. Penyidik di Satuan Kerja PSDKP Pemangkat memberikan izin pinjam pakai barang bukti kapal kepada pemiliknya, namun saat dibutuhkan di persidangan tidak bisa dihadirkan. Kasus it u akhirnya tidak bisa disidangkan di PN Sambas, hingga Direktorat Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kalbar menangkapnya di perairan Natuna saat menangkap ikan secara ilegal pada 23 Desember 2008.
Pengadilan AdHoc Perikanan/PN Pontianak yang mengadili kasus tersebut, 18 Maret 2009, memutuskan nahkoda Rodi Hermanto (23) dan master fishing warga negara Thailand Narong Nuem Tawong (48) bersalah. Rudi divonis 1 tahun penjara, sedangkan Narom divonis 3 tahun penjara. Masing-masing juga didenda Rp 1 miliar. Atas putusan itu, keduanya mengajukan banding. Barang bukti kapal dan 7 ton ikan hasil tangkapan dirampas untuk negara.
Dalam proses banding, PT Kalbar mengeluarkan surat penetapan No 73/Pen.Pid/2009/PT.Ptk tertanggal 24 April 2009 yang mengizinkan pinjam pakai barang bukti kapal . Surat penetap an ditandatangani Ketua Majelis Hakim sekaligus Ketua PT Kalbar Rosmala Sitorus dan hakim anggota Desnayeti dan Lief Sofijullah.
Humas PT Kalbar Gatot Suharnoto mengungkapkan, majelis hakim mengabulkan permintaan pinja m pakai yang diajukan Hendri Rivai selaku kuasa dari Roni Eka Saputra, Direktur PT Graha Mina Mandiri di Batam selaku pemilik kapal. Alasannya, pinjam pakai itu untuk memudahkan perawatan kapal, banyaknya kapal di Dirpolair Polda Kalbar bisa mengganggu arus pelayaran, serta pemohon menjamin kapal tidak dialihkan kepemilikannya dan bersedia menghadirkan jika dibutuhkan. Dalam penetapan itu, pemohon diharuskan membayar uang jaminan Rp 150 juta.
Pada tanggal 27 April 2009, majelis hakim menguatkan vonis untuk Rodi dan meringankan vonis untuk Narong menjadi 2 tahun penjara. Dalam putusan itu, barang bukti kapal dan ikan hasil tangkapan dirampas untuk negara.
Koordinator Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kalbar Burhanuddin menuding ada kejanggalan dalam penetapan pinjam pakai yang dikeluarkan Majelis Hakim PT Kalbar pada tiga hari menjelang putusan kasu s tersebut.
Di balik penetapan itu ada apa antara PT Kalbar dan pemilik kapal. Jika putusannya kapal itu harus dirampas untuk negara, PT Kalbar sebagai bagian dari aparat penegak hukum seharusnya melindungi aset negara. Profesionalisme hakim tinggi itu patut dipertanyakan, katanya.
Pemberian izin pinjam pakai ini, menurutnya bisa melemahkan semangat aparat penegak hukum dalam memberantas illegal fishing yang sangat merugikan negara. Buat apa aparat penegak hukum susah payah menangkap pelaku illegal fishing kalau ujung-ujungnya dilepaskan berikut surat-suratnya, kata Burhanudin.