Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Uang demi Anak

Kompas.com - 26/06/2009, 05:29 WIB

KOMPAS.com - ”Tuh, si abang sudah datang. Ayo, bareng aja. Saya juga mau bilang nunggak dulu sehari bayarnya. Kemarin si Putri sakit, abis dah uangnya untuk beli obat,” kata Fitri (34) sembari menggamit tangan Lena (28) dan segera beranjak menuju warung tak jauh dari rumah mereka, di Kelurahan Pela Mampang, Jakarta Selatan, Selasa (23/6).

Di warung, si abang telah menunggu dua ibu muda itu dengan tersenyum. Resminya, si abang ini adalah karyawan sebuah bank perkreditan yang berlokasi di kawasan Kebayoran Lama. Tugasnya menggaet nasabah agar berutang tanpa agunan apa pun. Yang penting, pemberi pinjaman tahu persis rumah atau tempat usaha nasabah dan akan datang setiap hari, setiap minggu, atau setiap bulan sesuai kesepakatan awal menagih cicilan kredit.

”Bang Rahman, maaf, belum bisa bayar hari ini. Kalau bisa malah mau nambah pinjeman untuk anak sekolah. Butuh uang untuk beli seragam baru sama buku,” kata Fitri.

Si abang mengiyakan sambil mengingatkan akan ada denda karena keterlambatan. Fitri dan penagih utang ini kemudian janjian bertemu kembali esok hari untuk menerima kucuran dana baru.

Anak pertama Fitri, Eka Nugraha Wibisana (10), baru saja naik ke kelas IV SD, sementara anak keduanya, Dwi Putri Wibisana (4), mulai masuk taman kanak-kanak. Seragam baru buat Eka yang makin berkembang badannya serta untuk si bungsu, Putri, mutlak harus dibeli. Belum lagi buku tulis dan buku pelajaran. Lena, yang memiliki anak seusia Putri, terjebak kebutuhan yang sama.

Sedikitnya, Fitri yang bersuamikan Wibisana (34), seorang sales produk AC, butuh Rp 600.000. Uang itu harus segera didapat mengingat waktu pendaftaran sekolah dan tahun ajaran baru akan dimulai Juli nanti. Padahal, gaji Wibisana di Juni ini dipastikan terkuras untuk membayar cicilan sepeda motor yang telah tertunda dua kali dan membeli kebutuhan bulanan.

Demi kelancaran sekolah anak mereka, Fitri pun tak ragu menambah beban utangnya. Menurut Fitri, untuk menambal kekurangan uang kebutuhan bulanan saja, ia sering meminjam uang Rp 50.000-Rp 100.000. Untuk saat-saat tertentu seperti tahun ajaran baru atau Lebaran, ia menambah beban utang itu Rp 500.000-Rp 2 juta.

”Saat pinjaman keluar, langsung dipotong tagihan pertama. Jadi, misalnya pinjam Rp 50.000 saya cuma terima Rp 48.000. Nanti selama sebulan, setiap hari saya bayar ke abang itu Rp 2.000. Kalau menunggak, ada denda Rp 500 per hari. Rata-rata kalau bunga kredit kayak gini antara 20-30 persenlah,” kata Fitri.

Meski bunganya mencekik, mencari tambahan uang dengan meminjam ke bank perkreditan dianggap paling mungkin mereka lakukan. Sistem pinjaman kepada mereka tidak butuh agunan dan pengurusan kreditnya juga mudah. Yang penting ada kartu keluarga, KTP, dan alamat jelas.

”Memang kalau pas apes tidak bisa bayar utang, risikonya rice cooker, sepeda motor, bahkan rumah pun bisa disita oleh bank perkreditan ini, tetapi mau apa lagi,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com