Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Uang demi Anak

Kompas.com - 26/06/2009, 05:29 WIB

Menurut Silvana, minat masyarakat untuk menggadaikan barang mereka ke pegadaian sudah mulai menurun. ”Sejak tahun 2008, telah terjadi perubahan pola berpikir masyarakat kita menggadaikan barang ke pegadaian,” jelasnya.

Dia mengatakan, selama ini pegadaian kebanjiran nasabah saat menjelang tahun pelajaran baru, puasa, dan Lebaran. Namun, dalam dua tahun terakhir minat masyarakat menjadi nasabah pegadaian menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan banyaknya tawaran pinjaman uang sistem kredit dalam kurun waktu cepat.

Selain menggadaikan barang ke pegadaian, sebagian orangtua terpaksa harus menjual mobil untuk persiapan anaknya masuk sekolah. Seperti dilakukan Farosi (37), warga Cinere. Ayah dari dua anak itu terpaksa menjual satu dari dua mobil yang dimilikinya. ”Saya butuh uang dalam waktu yang cepat karena anak saya mau masuk sekolah,” ujar Farozi.

Menurut karyawan perusahaan swasta di Jakarta Pusat ini, anaknya yang bungsu belum cukup usia (5 tahun 3 bulan) tidak bisa masuk ke sekolah dasar negeri di kawasan Cinere.

”Saya terpaksa harus masukan dia ke SD swasta. Tetapi konsekuensinya, saya harus menyediakan uang dalam jumlah yang banyak untuk membayar biaya pendaftaran, biaya buku, seragam, dan uang sumbangan pembangunan,” ujar Farozi yang harus menyediakan uang sebesar Rp 10 juta-Rp 15 juta.

Biaya pendidikan

Bicara soal pendidikan, memang tidak lepas dari biaya yang harus dibayarkan. Memang, sekolah negeri SD dan SMP di Jakarta telah digratiskan. Namun, siswa masih menanggung biaya beli seragam, buku tulis, dan sebagian buku pelajaran. Belum lagi biaya untuk kegiatan ekstra kurikuler.

Safitri (37), warga Larangan, Kota Tangerang, mengatakan, biaya pendaftaran dan SPP sekarang memang tidak ada. Akan tetapi, pihak sekolah menjual buku pelajaran yang wajib dibeli setiap siswa. Belum lagi, orangtua harus menyediakan baju baru.

”Kalau ditotal-total, bisa mencapai sekitar Rp 450.000,” kata Safitri, orangtua murid yang sekolah di SD di Larangan.

Nita (29), warga Ciledug, Kota Tangerang, yang anaknya masuk sekolah kelas I SD negeri di Ciledug mengatakan, telah mengeluarkan anggaran Rp 250.000 hanya untuk membeli buku tulis dan seragam. ”Saya masih harus membeli buku pelajaran kelas satu lagi,” papar Nita, buruh cuci harian.

Sebagai perbandingan, biaya sekolah dasar swasta di Kota Tangerang membebankan biaya pendaftaran untuk anak yang naik kelas sebesar Rp 850.00 per siswa. Sementara untuk anak yang naik dari TK A ke TK B harus membayar sebesar Rp 1,9 juta per anak. Dana pengeluaran itu belum termasuk biaya buku pelajaran dan buku tulis yang wajib dibeli di sekolah.

Program pendidikan gratis di negeri ini memang belum identik dengan pendidikan murah. Lumrah memang, jika para orangtua rutin dipaksa jungkir balik berburu uang setiap tahun ajaran baru.

(PINGKAN ELITA DUNDU/RATIH P SOEDARSONO/NELI TRIANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com