Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Pendidikan

Kompas.com - 03/09/2009, 12:22 WIB

Ketiga, banyak kritik kering sajian dan kajian data, mengemuka hanya sebagai wacana. Ini bisa diamati dalam berita dan opini di media sepanjang tahun (misalnya menjelang 2 Mei, 17 Agustus, dan 25 November). Forum diskusi pendidikan sering menjadi ajang curahan hati daripada pembahasan secara substantif.

Keringnya sajian dan kajian data membuat kritik gagal membangun rasionalitas argumen yang, meski politis, berpijak pada kadar obyektivitas tertentu.

Membangun Tradisi
Tradisi kritik harus dikembangkan dan kritikus disiapkan. David J Flinders dan Elliot W Eisner (2000) menyebut kritik pendidikan sebagai ”pendekatan yang menghidupkan keragaman dan aneka peluang belajar dalam interaksi dalam ruang kelas”. Sementara itu, Mary Stokrocki (1991) mengurai sebagai a research process of describing, analyzing, interpreting, and evaluating an everyday school activity in order to understand it more fully.

Pemahaman ini cukup untuk keperluan assessment pengajaran, tetapi belum mengakomodasi konsep kritik dalam konteks hubungan warga dan negara. Maka, tumbuhnya tradisi kritik belum dapat diharapkan melalui cabang ilmu pendidikan seperti evaluasi maupun kebijakan pendidikan.

Meski demikian, cara struktural tetap dapat ditempuh, misalnya melalui komponen analisis sosial dalam pengajaran. Juga, diperlukan pengenalan lebih luas teks-teks kuliah yang berperspektif filsafati dan historis.

Lembaga penelitian pendidikan perlu dikembangkan sebagai think tank. Bagian litbang media massa dan media kampus digiatkan sebagai penyedia data dan kajian agar berita-berita pendidikan lebih kritis. Berbagai organisasi guru adalah buah reformasi bertumbuhnya kesadaran politik tentang aneka masalah pendidikan.

Kesediaan melakukan otokritik merupakan kunci berkembangnya kritik pendidikan tangguh sebagaimana dilakukan Ki Hadjar Dewantara dan YB Mangunwijaya.

Agus Suwignyo/Pedagog FIB UGM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com