Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuwono dan Eka, Pendiri Sekolah Alam Palembang

Kompas.com - 14/09/2009, 09:56 WIB

”Saya yakin metode sekolah alam itu yang terbaik. Kalau tidak baik, tak mungkin saya menyekolahkan anak saya di sini,” katanya.

Manajemen Tradisional

Ketika dibuka pada 2005, fasilitas Sekolah Alam Palembang masih terbatas. Lokasi pertama di kawasan Bukit Siguntang, dengan jumlah murid lima orang untuk tingkat Taman Bermain, TK A, TK B, dan kelas I SD, dengan empat guru. Tiga murid itu adalah anak Yuwono ditambah dua murid keponakannya.

Hanya tiga bulan di Bukit Siguntang, lokasi sekolah pindah ke Plaju. Di lokasi ini jumlah murid menjadi 10 orang. Pada Juli 2006, sekolah ini pindah ke Jalan Demang Lebar Daun dengan lahan seluas 1.300 meter persegi. Di sini terdapat saung yang berfungsi sebagai ruang kelas sekaligus tempat bermain, kolam, dan lahan untuk belajar bercocok tanam serta beternak.

Jumlah murid pun meningkat menjadi 60 orang dan sampai kelas V SD. Kegiatan belajar didukung delapan fasilitator, dua asisten kelas, tiga guru bahasa dan seni, serta satu guru kegiatan luar ruang.

Di Sekolah Alam Palembang, Yuwono lebih fokus sebagai pembuat konsep dan Eka menjadi manajer. Sampai sekarang, untuk memenuhi kebutuhan operasional sekolah, suami-istri ini masih sering merogoh kocek pribadi.

”Setiap bulan kami nombok sekitar Rp 10 juta. Namun, kami tak pernah merasa rugi karena pendidikan itu investasi untuk anak-anak. Ini investasi paling penting,” ujar Yuwono, yang juga dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Meski sering ”tekor”, pasangan ini gigih mengelola Sekolah Alam Palembang. ”Murid Sekolah Alam Palembang justru sedih kalau sekolah libur. Mereka ingin ke sekolah meski lagi libur. Di sekolah, para murid membuat sendiri aturan yang harus mereka patuhi. Jadi, tidak ada yang membuat mereka takut,” kata Eka.

Di sini murid terbiasa mengajukan pertanyaan kepada guru dan guru tak langsung menjawab, tetapi balik bertanya lagi kepada murid. Menurut Eka, murid bebas menjawab pertanyaan guru. Guru tak akan menyalahkan atau membenarkan jawaban murid, karena dengan cara ini murid terbiasa berpikir. Prinsipnya, guru tak selalu benar.

Murid juga diajak menemukan jawaban melalui buku-buku di perpustakaan atau mendapatkan penjelasan langsung dari ahlinya. Sekolah alam tak menggunakan sistem buku paket. Semua buku dari berbagai penerbit dan penulis bisa digunakan. Lebih penting membuat murid mau membaca buku.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com