Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengasah "Calon Peraih Nobel" dari Papua

Kompas.com - 08/10/2009, 08:17 WIB

”Ini luar biasa karena syarat ujian nasional hanya 4,25,” kata Yohanes Surya, pemimpin Surya Institute.

Metode ”gasing”

Merlin, Wemi, Demira, dan Ali adalah empat dari lima anak dari Kabupaten Tolikara yang mengikuti pelatihan Matematika metode ”gasing” (gampang, asyik, dan menyenangkan) dari Surya Institute. Pelatihan baru berlangsung lima bulan dari enam bulan yang direncanakan, tetapi anak-anak ini bisa mengerjakan soal-soal Matematika dengan baik.

Yohanes Surya membantah bahwa siswa yang dipilih merupakan siswa-siswa berintelegensia tinggi. ”Tidak mungkin melakukan tes IQ karena anak-anak ini sebelumnya tidak lancar membaca. Pemilihan dilakukan secara acak. Siswa pun dipilih dari daerah yang paling terisolasi,” katanya.

Siswa-siswa yang dipilih secara acak ini lalu dilatih di Surya Institute di Jakarta. Penambahan, perkalian, pembagian, dan soal-soal lainnya diberikan secara bertahap. Hasilnya memang luar biasa. Hanya dalam empat bulan, siswa kelas III sudah bisa menyelesaikan soal-soal kelas VI secara sempurna.

”Saya ingin menunjukkan, Matematika itu tidak sulit,” kata Yohanes Surya.

Papua sengaja dipilih karena daerah itu sering dianggap daerah tertinggal dibandingkan dengan daerah lain dalam soal pendidikan. ”Ternyata anggapan itu keliru. Jika dilatih secara benar, ternyata Matematika bisa mudah dilakukan semua kalangan, termasuk anak-anak di pedalaman Papua,” ujarnya.

Tidak sekadar melatih kelima anak tersebut. Bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat World Vision Internasional Indonesia, saat ini sudah dilakukan pelatihan metode ”gasing” untuk guru-guru di Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Keerom, dan kabupaten lainnya di Papua.

”Saya mengharapkan dalam tiga tahun ke depan, metode ini digunakan oleh sekitar 300.000 siswa dan guru di Papua,” kata Yohanes Surya. Setelah itu, barulah metode ini akan dikembangkan di daerah lain.

”Untuk mengembangkan metode ini di Papua, World Vision Indonesia yang sudah melayani selama 30 tahun di Papua siap mendukung secara optimal,” kata Direktur World Vision Internasional Indonesia Trihadi Saptoadi.

Dewan Pembina Lembaga Nobel Indonesia Ishadi SK menilai konsep baru pendidikan Matematika Surya Institute terbukti berhasil. ”Dalam waktu 4-6 bulan Matematika bisa dikuasai, sementara pendidikan kita perlu waktu hingga 6 tahun. Jadi mestinya ada waktu 5 tahun yang bisa digunakan untuk belajar yang lain selain Matematika,” ujarnya.

Melihat prestasi yang dicapai anak-anak Papua, Yohanes dan Trihadi berkeyakinan, pada masa mendatang dari Papua bisa lahir peraih penghargaan Nobel. Saat ini saja sudah ada beberapa siswa asal Papua yang meraih prestasi internasional.

Kelima siswa itu pun sekarang ini berlatih mengerjakan soal-soal olimpiade internasional selain Matematika. Tinggal menunggu waktu saja ”Mutiara dari Papua” meraih penghargaan Nobel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com