Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Kampungan Tak Sekadar Antik

Kompas.com - 10/10/2009, 11:33 WIB

KOMPAS.com - Sebuah rumah di JI. Bugisan No.9 Wirobrajan, Yogyakarta, terkesan lain dengan deretan rumah di sekitarnya. Kesan lain itu tampak, lantaran bangunan ini merupakan satu-satunya bangunan yang masih bertahan dengan gaya arsitektur tradisional kampungan.

Kendati kuno, namun kondisi bangunan masih terpelihara. Dinding kayunya tampak bersih, utuh, dan tidak kusam. Pilar-pilarnya juga tampak mengilap, menandakan secara rutin dibersihkan. Yang lebih menarik lagi, hampir semua aksesori yang ada pada rumah milik Harjo Sumarto tersebut tergolong tua. Model pintu, selot serta jendelanya masih menggunakan model lama.

Menurut pemiliknya, usia rumah tersebut sudah 71 tahun. Karenanya rumah tersebut dikategorikan sebagai salah satu cagar budaya. Dinas Kebudayaan Provinsi DIY pada tahun 2008 lalu memberi penghargaan kepada pemilik rumah sebagai salah satu pelestari warisan budaya. Meski usianya sudah cukup tua, bangunan yang memiliki atau terdiri dari kamar tamu, kamar dalam (keluarga) dan 3 buah senthong (kamar tidur) itu tetap kokoh, bersih, dan terpelihara.

Tipikal Arsitektur Rumah Rakyat
Buku Sedjarah Arsitektur Djawa (penerbit : Pusaka 1954) karya GA Atmosoebroto menyebutkan, arsitektur kampungan termasuk salah satu model bangunan tradisional Jawa, selain model joglo dan limasan. Rumah kampungan dulunya merupakan tipikal rumah rakyat jelata. Karena biasanya bangunannya tidak luas, sederhana dan tak banyak mengeluarkan biaya besar dalam pembangunannya, sebagaimana membangun joglo atau limasan.

Istilah kampungan sendiri merupakan sebutan historis yang mengacu pada model rumah masyarakat kampung pada masa lalu. Ada cerita bahwa sebelum mampu membangun rumah model limasan ataupun joglo, masyarakat pedesaan dulu akan terlebih dahulu membangun hunian model kampungan. Baru kemudian
setelah ada biaya pengembangan, bangunan itu dikembangkan menjadi bentuk limasan atau joglo. Oleh karena itulah kemudian, model kampungan dianggap sebagai core atau bangunan standar rumah tradisional Jawa.

Secara sederhana model kampungan dicirikan dengan adanya pilar penyangga utama yang jumlahnya genap. Bisa empat, enam atau delapan pilar, bergantung luas bangunan. Pilar tersebut merupakan penopang bubungan berbentuk segitiga. Bubungan berfungsi sebagai sandaran bentukan atap pada kedua belah sisi sampingnya.

Ciri lainnya, adanya emperan pada sisi bangunan. Fungsi emperan sebagaimana teras pada rumah modern, yakni untuk pertemuan atau kegiatan sosial lainnya atau bahkan kadang digunakan sebagai ruang tamu. Postur atau tinggi dinding rumah kampungan rata-rata di bawah 4 m. Tata ruang dalam rumah umumnya terdiri dari ruang tidur dan ruang keluarga.

Ada banyak varian rumah kampungan. Varian ini ditentukan berdasarkan posisi emperan. Di antara varian tersebut antara lain; model pacul gowang yang dicirikan letak emperan berada di sisi panjang bangunan. Kemudian ada model dara gepak yang dicirikan dengan beradaan emperan di semua sisi bangunan.

Selanjutnya model gajah njerum dicirikan dengan adanya tiga emperan yang letaknya di muka, belakang dan salah satu sisi samping bangunan.

Yang sampai saat ini masih dapat dijumpai, ada tiga kemasan rumah kampungan. Yakni dengan kemasan dinding kayu, bambu, dan batu. Rumah kampungan kayu banyak ditemukan di kawasan pegunungan. Biasa disebut rumah kampungan gebyok. Sedangkan rumah kampungan dengan kemasan dinding batu atau bambu terdapat di pedesaan dataran rendah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com