Berdasarkan data yang diunduh dari situs sertifikasiguru-r10.org, guru yang tidak lulus portofolio sebanyak 5.776 orang, dengan rincian MA (155 orang), MS (43 orang), dan MPLPG (5.576 orang). Sementara dari 82 guru yang mengikuti pemberian sertifikat langsung, hanya 48 orang MP, sisanya TMP (8 orang) dan K (26 orang). Mereka yang termasuk dalam kriteria TMP dan K masih diberi kesempatan untuk mengikuti sertifikasi guru melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio.
Di beberapa negara, misalnya Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, sertifikasi guru telah diberlakukan. Semua itu mengarah pada tujuan yang sama, yaitu berupaya agar dihasilkan guru bermutu. Jadi, esensi sertifikasi guru adalah menjaring guru-guru profesional.
Di Indonesia, untuk menjadi guru profesional, selain wajib memenuhi kualifikasi akademik, se-orang guru juga harus kompeten dalam hal pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Jelasnya, ia harus menampilkan diri sebagai pendidik dan sekaligus agen pembelajaran.
Realitasnya, banyak guru, termasuk pengawas sekolah dan kepala sekolah, tidak lulus sertifikasi. Kalau guru-guru biasa tidak lulus sertifikasi, itu merupakan hal biasa. Akan tetapi, kalau para pengawas sekolah dan kepala sekolah tidak lulus, itu luar biasa. Berarti ada sesuatu yang salah dalam rekrutmen mereka selama ini. Artinya, standar normatif sebagaimana termaktub dalam Permendiknas No 12/2007 tentang Pengawas dan Permendiknas No 13/2007 tentang Kepala Sekolah tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
Sungguh ironis, bukan? Sebab, salah satu komponen penilaian portofolio guru adalah adanya penilaian dari atasan (kepala sekolah) dan pengawas sekolah, yang ternyata belum lulus sertifikasi.
ARIEF ACHMAD Praktisi Pendidikan, Tinggal di Bandung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.