Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sedih Tiap Kali Teringat UN....

Kompas.com - 03/12/2009, 15:16 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Aman (23), mahasiswa jurusan periklanan sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung, mengaku sedih jika mendengar kata Ujian Nasional (UN). Betapa tidak, ujian yang diselenggarakan negara setiap tahun itu telah menghambat cita-citanya berkuliah di perguruan tinggi favorit.

Bukan itu saja, UN yang diikuti Aman pada tahun 2005 lalu juga telah memberi dampak negatif pada kejiwaannya. Malu dari teman-teman sebaya dan keluarga, dan yang paling parah adalah mengalami depresi berat. Sampai-sampai kedua orangtuanya terpaksa mendaftarkan dia untuk terapi depresi.

Aman merupakan salah satu siswa yang gagal UN pada 2005 lalu. Penyebabnya, nilai Matematika yang diperolehnya tidak sesuai standar minimal kelulusan. Ketika itu, nilai minimal sebesar 4,01 dengan rata-rata nilai dari mata pelajaran yang diujikan adalah 4,25.

"Nilai Matematika saya memang kurang bagus, sehingga tidak lulus UN. Padahal, pelajaran itu adalah salah satu yang saya favoritkan," ungkap alumni jurusan teknik otomotif di salah satu SMK negeri di Kota Bandung ini.

Mendapati kenyataan itu, Aman yang masih labil mengalami depresi berat, sempat tidak mau bertemu dengan siapa pun, apalagi dengan rekan-rekan sebayanya. Apalagi di sekolahnya, Aman tercatat sebagai siswa berprestasi.

Setiap semester Aman selalu menjadi peringkat pertama di kelas. "Tapi orangtua tetap mendukung dan terus memberi semangat. Akhirnya atas dasar itu, saya ikut ujian ulang yang diselenggarakan sekitar sebulan kemudian," papar Aman.

Pada UN tahun 2005, ada dua ujian yang diselenggarakan, ujian utama dan ujian ulang. Pada saat ujian ulang itulah, Aman dinyatakan lulus. Meski demikian, dia tetap belum bisa melanjutkan kuliah, apalagi ke perguruan tinggi favoritnya.

Ujian ulang diselenggarakan mepet dengan masa pendaftaran mahasiswa baru untuk ikut Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) atau sekarang lebih populer dengan nama Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Bahkan, ijazah pun baru bisa diperoleh pada Agustus, padahal perkuliahan dimulai September.

"Akhirnya saya terpaksa berkuliah mulai 2006. Itu juga karena desakan orangtua juga. Sementara jeda setahun setelah ujian ulang digunakannya untuk terapi depresi," katanya.

Terkait UN ini, Ketua Lembaga Advokasi Pendidikan Dan Satriana menuturkan, sulit bagi masyarakat untuk menggugat pemerintah. Diberlakukannya ujian ulang dan ujian paket kesetaraan semakin memperkuat posisi pemerintah.

"Pemerintah mengaku pihaknya tidak merampas hak asasi. Toh kalau tidak lulus UN masih bisa ikut ujian ulang. Jika tidak bisa, ujian paket C atau B masih bisa dipilih," tuturnya. (ww)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com