Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seabad Dokter Hewan Indonesia

Kompas.com - 07/01/2010, 09:21 WIB

Tahun 1887 ditemukan lagi penyakit mulut dan kuku (Apthae epizootica) pada sapi. Penyakit mulut dan kuku (PMK) ini adalah yang terdahsyat karena menyebabkan kematian ribuan sapi waktu itu.

Percaya atau tidak, pemberantasan PMK memakan waktu 100 tahun dan baru tahun 1990 Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties) menyatakan Indonesia telah bebas dari PMK.

Untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut, Pemerintah Belanda mendirikan sekolah dokter hewan di Surabaya tahun 1861, tetapi bubar tahun 1875. Tahun 1880, sempat pula didirikan sekolah dokter hewan oleh swasta, tetapi juga tutup tidak beberapa lama kemudian.

Karena penyakit hewan semakin mengkhawatirkan, anggota parlemen Belanda, Kuneman, pada 1892 mengusulkan agar pemerintah mencetak dokter hewan pribumi. Tahun 1893 sempat diupayakan Sekolah Dokter Hewan Pribumi di Surabaya, tetapi ditolak Pemerintah Belanda. Sekolah Dokter Hewan Pribumi (Inlandsche Veeartzen School) itu baru terwujud tahun 1906 di Bogor, Jawa Barat.

Tahun 1914, namanya menjadi Netherlands Inlandsche Veeartzen School. Sekolah ini ditutup tahun 1941 setelah menghasilkan 143 dokter hewan. Salah satu mahasiswanya adalah seorang laki-laki kelahiran Kakas, Minahasa, Sulawesi Utara, 30 Juni 1888, yaitu Johannes Alexander Kaligis. J.A Kaligis lulus tahun 1910.

"Tahun lulusnya menjadi pertanda 100 tahun dokter hewan Indonesia," kata Drh Sri Dadi.

Drh JA Kaligis selanjutnya bekerja di Balai Penyelidikan Penyakit Hewan (Veeartzenijkundige Institute) Bogor. Tahun 1918, Drh J.A Kaligis melanjutkan studi ke Faculteit Veeartzenijkundige Hoogeschool di Utrech, Belanda. Ia menulis skripsi tentang penyelidikan anaplasmosis pada sapi dan kerbau. Bersama Kaligis, ada tiga dokter hewan pribumi yang juga belajar di Utrech, yaitu FC Waworoentoe, Raden Soeratno, dan Mas Soetisno.

Kaligis bekerja di Den Haag, Belanda, sebagai penasihat dokter hewan Hindia Belanda. Drh JA Kaligis meninggal di De Bilt, Belanda, 31 Desember 1974. Namun, tahun 1980-an kerangka jenazahnya dipindahkan ke Minahasa.

Sekarang, sudah ribuan dokter hewan dilahirkan oleh paling tidak lima perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), yaitu Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Universitas Airlangga, Surabaya, dan Universitas Udayana, Bali. Belakangan sejumlah perguruan tinggi mulai membuka FKH, seperti Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Dokter hewan Indonesia sudah bisa berbicara di tataran internasional. Di antaranya, Prof Drh Soeprawi, yang membuktikan penularan anthrax kepada manusia di Purwakarta tahun 1912 dan Pulau Roti 1922. Prof Dr Drh Tanjung Hadiwinata menemukan cacing Stephanofilaria, penyebab penyakit kaki gajah atau stephanofilariasis.

Ketua Umum PB PBHI Drh Wiwiek Bagja mencatat, ada 38 bidang yang bisa dimasuki profesi dokter hewan, antara lain teknologi pangan, perlindungan konsumen, legislasi, kesejahteraan hewan, karantina, perlindungan lingkungan, pengajaran, riset, pemasaran, ekonomi, dan publikasi.

Tahun 2010 ini, tantangan dokter hewan Indonesia semakin besar karena perdagangan bebas dunia mulai berlaku. Dokter hewan asing diperbolehkan bekerja di Indonesia. Untuk itu, PDHI bersama fakultas kedokteran hewan terus berupaya meningkatkan kualitas lulusan untuk bisa bersaing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau