Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendiknas Apresiasi Semua Pandangan tentang UN

Kompas.com - 08/01/2010, 18:55 WIB

"Pada 1972-1992 itu dikembangkan ujian sekolah, di mana sekolah dipersilakan menentukan kelulusan. Setelah dikaji 20 tahun ada fenomena menarik, yaitu 100 persenisasi. Lho, kok 100 persen, masak semua lulus? Logikanya kan ada yang tidak lulus," katanya.

Tahun 1992-2002, lanjut Nuh, muncul evaluasi belajar tahap akhir nasional atau Ebtanas, yang mengombinasikan UN dengan ujian sekolah. Mata pelajaran tertentu dinilai sekolah dan dinilai secara nasional. Dari situ dihitung menggunakan rumus tertentu untuk menentukan kelulusan.

"Ada fakta menarik dicermati, di mana nilai UN menganga gapnya dibandingkan nilai ujian dari sekolah. Gap nilainya antara 2,5 sampai 3. Misalnya, nilai ujian sekolah 6, ternyata nilai UN 3," katanya. "Ada upaya untuk mendongkrak nilai ujian sekolah sehingga siswa bisa lulus," tambahnya.

Terakhir, tahun 2003, ada perubahan menjadi UAN atau yang sekarang dikenal dengan UN. Mata pelajaran tertentu dinilai negara, sebagian lain dinilai sekolah sepenuhnya. Saat dimulai, nilai standar kelulusan yang diterapkan saat itu hanya 3. Hal itu berpedoman pada nilai rata-rata Ebtanas sebelumnya yang hanya tiga.

"Sekarang ini yang berlaku nilai UN rata-rata 5,5 dan masih boleh ada nilai mata pelajaran 4," katanya.

Nuh menjelaskan, kelulusan siswa saat ini ditentukan oleh empat hal, meliputi siswa telah menyelesaikan semua program pembelajaran, dinyatakan lulus oleh sekolah terhadap mata pelajaran yang bersifat akhlak, lulus mata pelajaran yang diuji oleh sekolah, dan yang terakhir lulus UN.

UN adil?

Saat ditanya mengenai heterogenitas kualitas pendidikan Indonesia, bahkan beberapa di antaranya masih memprihatinkan, tetapi diberlakukan ujian yang sama di seluruh Indonesia, Nuh menyadari hal tersebut.

"Bagaimana sih? Apa adil sekolah di daerah yang satu terbatas dan daerah lain berlebih kok soalnya dijadikan satu. Ini kan tidak adil," gugat Nuh.

Berangkat dari keadaan itu, menurutnya, justru di situlah alasan pemerintah tidak mematok standar nilai kelulusan 6 atau 7. Negara lain itu matematikanya setidaknya nilainya 6, tetapi di negara kita nilainya boleh 4.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com