Jadi, dapat dipastikan seseorang yang melacurkan diri dalam tindakan amoral, secara de jure, melawan sifat dasar ketuhanan, yakni Al- Fatah ( Yang Maha Pembuka) dan Al-Alimu (Yang Maha Ilmu). Secara esensial, seorang berilmu, apalagi memiliki gelar atas ilmu yang disandangnya, merupakan "utusan" Tuhan di muka bumi dalam menyampaikan risalah ilmu.
Predator
Seorang plagiator tak ada bedanya dengan predator. Sikap dan indikasinya sama persis, yakni membunuh demi eksistensinya sendiri. Tanpa peduli etika, moral, dan tanggung jawab, predator membunuh lawannya dan bertindak semena-mena demi kepentingan diri sendiri, bahkan nyawa dipertaruhkan.
Predator adalah pembunuh berdarah dingin. Begitu pula plagiator. Tanpa memandang etika akademik, mereka beraksi demi gelar "terhormat". Hal itu jelas bentuk pembunuhan karakter ilmu pengetahuan. Plagiator sadar berbuat instan menjiplak, copy paste, dan menyalin karya orang lain dalam karya yang diakuinya sebagai hasil pemikiran sendiri.
Menghalangi seorang plagiator memplagiasi sama saja menghalangi predator untuk membunuh. Untuk menghentikan plagiasi hanya dua, yakni secara eksternal "membunuh" karakternya sebagai akademisi serta menyematkan "gelar tertinggi" berupa guru besar plagiarisme dan secara internal membumikan kesadaran intelektual dalam segala sikap dan pola pikir diri sendiri. Tanpa kesadaran intelektualitas masif, plagiarisme akan semakin menjadi virus sosial.
MOHAMAD FATHOLLAH Ketua Integrated Pop-Culture Studies Sosiologi Fishum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.