JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 12 SMP/SMA/ SMK berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di beberapa daerah turun status menjadi sekolah standar nasional atau SSN. Sekolah yang statusnya turun tersebut bisa mengikuti program RSBI kembali dari awal.
Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Suyanto, Senin (7/6/2010), mengatakan, hasil evaluasi tahunan terhadap RSBI menunjukkan ke-12 RSBI itu tidak memenuhi persyaratan.
”Kami masih memberikan kesempatan bagi SMK untuk memperbaiki diri. Namun, untuk SMA dan SMP langsung drop karena tidak sesuai standar,” ujarnya.
Menurut Suyanto, untuk sekolah berstatus RSBI tidak ada kompromi. ”Penilaiannya go atau no go. Kami ingin membangun sekolah berkualitas sehingga tidak boleh sembarangan,” kata Suyanto.
Proses evaluasi sudah dilakukan sejak tahun kedua sekolah itu menjadi RSBI. Poin-poin yang dinilai, antara lain, adalah kepemimpinan kepala sekolah, proses pembelajaran, dan penggunaan dua bahasa dalam kegiatan belajar-mengajar. Hasil evaluasi terhadap ke-12 sekolah berstatus RSBI itu menunjukkan, faktor kegagalan paling utama ada pada kepemimpinan kepala sekolah.
”Banyak sekolah di daerah yang tercampuri urusan politik daerah,” kata Suyanto.
Ia memberikan gambaran, sejumlah kepala sekolah diganti oleh orang-orang yang termasuk tim sukses bupati atau wali kota dalam pemilihan kepala daerah. ”Jabatan kepala sekolah sebagai balas jasa keberhasilan dalam pemilihan kepala daerah,” kata Suyanto.
Sekarang, lanjut Suyanto, sudah ada perjanjian antara pemerintah pusat dan daerah. Jika ada kepala sekolah berstatus RSBI yang akan diganti, daerah harus memberi tahu terlebih dahulu.
”Langkah ini untuk menghindari muatan politik,” ujarnya.
Bukan di Jakarta