Ia juga memutar otak untuk bisa membuat barangnya tetap terjangkau di pasaran. Dengan trik desain tertentu, sebuah sofa berhiaskan kulit kerang bisa berharga lebih murah dibandingkan dengan sofa yang dibuat oleh perajin dari Filipina. Dengan berbagai jalan itulah ia mampu bersaing dengan perajin luar negeri lain meski baru saja memulai bisnis sepuluh tahun lalu.
Nur mengakui, bisnisnya memang sempat surut ketika dunia digoyang krisis ekonomi akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009. Meski demikian, pasarnya tidak mati.
Permintaan dari Amerika Serikat memang berkurang, tetapi Eropa tetap memberikan tempat bagi kerajinannya. Kini pasar kerajinannya di Amerika Serikat berangsur-angsur pulih.
Di dalam negeri sendiri, kerajinan kulit kerang belum banyak ditiru oleh perajin lain. Padahal, bahan baku sangat mudah didapati. Nur tidak pernah kesulitan mendapatkan 60 ton kulit kerang setiap bulan untuk bahan bakunya. ”Mungkin orang mengira ini kerajinan dari sampah sehingga kurang menarik, mungkin juga karena keuntungannya kecil,” katanya merendah.
Meski demikian, Nur mengaku tetap setia pada kulit kerang. Menurutnya, yang penting bukan dari mana bahannya, tetapi jadi apa hasilnya. Bagi Nur, sampah bisa menjadi apa saja tergantung dari cara merawatnya. Jika dibuang tetap, akan menjadi sampah. Namun, jika dirawat, bisa lebih berguna, misalnya kulit kerang bisa dinilai dalam dollar AS seperti apa yang telah ia lakukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.