Ketertinggalan wilayah perbatasan akan semakin terasa di perbatasan Kalimantan, apalagi jika dibandingkan dengan negeri tetangga. Di Kalimantan Barat, misalnya, data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Barat tahun 2009 menunjukkan, pendapatan per kapita penduduk Indonesia di perbatasan berkisar 1.000 dollar AS per tahun, sedangkan pendapatan per kapita penduduk Malaysia di perbatasan 11.000 dollar AS per tahun. Di sisi lain keterbatasan infrastruktur dan keterisolasian daerah perbatasan Indonesia membuat orientasi ekonomi dan sosial warga mengarah ke Malaysia.
Usaha Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal untuk memperjuangkan dana alokasi khusus yang juga memperhitungkan karakteristik wilayah perbatasan dan daerah tertinggal, patutlah diapresiasi. Begitu pun pengalokasian anggaran Rp 100 miliar bagi sembilan wilayah perbatasan pada 2011, seperti dikemukakan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faishal Zaini.
Namun, tentu saja usaha atau anggaran sejumlah itu tidak cukup dan terasa masih jauh dari asa untuk mengentaskan daerah perbatasan dari status daerah tertinggal. Lebih ironis lagi jika mimpi yang hendak diwujudkan adalah menjadikan perbatasan sebagai halaman depan negara.