Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Tidak untuk Dijual!

Kompas.com - 04/11/2010, 02:58 WIB

GNP lebih kecil dari GDP karena GDP sebagian adalah hasil dari kepemilikan asing, yang struktur pembagian nilai tambahnya tidak otomatis menguntungkan rakyat Indonesia. Inilah relevansinya membedakan ”pembangunan di Indonesia” dengan ”pembangunan Indonesia”. Apakah kita menjadi tuan di negeri sendiri atau sekadar menjadi kuli dan jongos globalisasi?

BUMN sebagai cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi incaran asing. Sayang, sikap kita justru belum ditanya sudah mau, belum ditawar sudah menghidangkan. Seolah- olah Indonesia is for sale.

Indosat adalah salah satu contoh kelengahan budaya tragis. Indosat adalah teritori Indonesia di angkasa! Ketika Indosat akan dijual ke perusahaan Singapura, saya mengingatkan pemerintah untuk menjualnya kepada pelanggan ponsel saja.

Dengan menaikkan tarif pulsa dua kali lipat, maka kenaikan tarif pulsa ini merupakan cicilan pemilikan saham oleh pelanggan pengguna jasa ponsel, jadi Indosat dapat dimiliki sendiri oleh para pelanggan nasional.

Sekarang Indosat terjual ke Qatar, maka setiap kita angkat ponsel, GNP Qatar meningkat. Oleh karena itu, BUMN-BUMN strategis seperti Bank BNI, Garuda, dan Semen Gresik dijual ke clientele atau pelanggan nasional sebagai pemerataan pemilikan (co-ownership) nasional.

Mendesain globalisasi

Indonesia yang kaya sumber daya manusia dan alam seharusnya mampu proaktif memosisikan diri: ikut mendesain globalisasi, tidak sebaliknya membiarkan diri jadi obyek globalisasi. Mengapa kita terus menari dengan kendang orang lain?

Pihak asing telah membiayai penerbitan undang-undang neoliberalistik yang memorakporandakan kaidah-kaidah penuntun konstitusional kita, lalu kita mudah terdikte. Pertamina yang sangat strategis bagi negara pun mulai digerogoti. Pertamina harus sepenuhnya dimiliki negara.

Lalu, Krakatau Steel sebagai industri dasar strategis diprivatisasi, langkah awal asingisasi. Untuk PLN pun ada undang-undang unbundling agar bisa dijadikan bancaan menuju privatisasi dan asingisasi, dan seterusnya. Kita merasa kekurangan modal karena kurang akal.

BUMN-BUMN India di China memang banyak diprivatisasi, lalu kita kagum akan kemajuan ekonomi India dan China. Padahal, apa yang diprivatisasi di India dan China sejak awal di Indonesia menjadi usaha swasta. India dan China tidak sebodoh dan sekapitalistik itu. Cabang-cabang produksi yang strategis tetap dikuasai negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com