Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skandal Plagiarisme Global

Kompas.com - 12/03/2011, 04:06 WIB

Para penyandang gelar akademis yang dipersoalkan dalam kedua kasus ini tidak bekerja di bidang akademis. Kalau begitu, apakah kaidah-kaidah etika akademik sebagaimana diperikan oleh Edward Shils berlaku pula untuk para politisi, tentara, selebriti, pebisnis, dan lain-lain yang bergelar akademis?

Ada yang cenderung menjawab ”tidak”. Ibu Kanselir Merkel, misalnya, membela mati-matian posisi menteri pertahanannya, bahkan hingga dua minggu sesudah kasus Googleberg meledak di media. Menurut dia, kinerja zu Gutttenberg sebagai politisi tidak dipengaruhi oleh kinerja akademisnya. Ia juga mengingatkan, yang ia rekrut adalah zu Guttenberg sebagai politisi, bukan sebagai asisten peneliti.

Namun, ada juga yang menjawab ”ya”. Paling tidak, ini terlihat dari protes yang terus mengalir. Seperti diberitakan Christian Science Monitor, 51.500 sarjana mengirim petisi kepada Merkel untuk memberhentikan menteri pertahanan itu. Profesor Neugebauer dari Freie Universitaet Berlin menyatakan bahwa kejadian ini merupakan tonggak sejarah ketika seorang politisi dimakzulkan bukan oleh ulah para politisi lain, melainkan oleh keprihatinan para akademisi.

Etika akademik

Ada dua alasan untuk bersikap bahwa gelar akademis yang disandang para tokoh nonakademis itu tidak sah bila terbukti bahwa gelar itu diperoleh dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh etika akademik.

Pertama, pada waktu mengerjakan karya ilmiah, mereka adalah anggota civitas academica. Dengan demikian, pembuatan karya ilmiahnya terikat oleh etika akademik. Tidak mematuhi etika akademik berarti menanggung risiko untuk diragukan integritasnya dalam berbagai aktivitasnya: politik, bisnis, militer, LSM, dan sebagainya.

Kedua, pada umumnya para tokoh nonakademis yang bergelar akademis itu memperoleh manfaat dari gelarnya, terutama untuk menaikkan pamornya. Dalam kasus Googleberg, menteri pertahanan dengan gelar doktor tentu lebih bernilai dibandingkan dengan menteri pertahanan lulusan strata satu atau dua.

Wakil rakyat atau pejabat eksekutif bergelar doktor akan memiliki citra lebih kuat dibandingkan dengan yang bergelar master, yang bergelar master lebih tinggi nilainya dibanding dengan yang bergelar sarjana, dan seterusnya.

Kalau tidak percaya, lihat saja papan-papan dan poster-poster kampanye politik kita sampai ke pelosok-pelosok desa, yang dipenuhi oleh foto lengkap dengan gelar akademis berderet-deret. Kalau gelar akademis tidak terlalu relevan, seperti kilah Ibu Merkel, tentu tidak ada gunanya memajang deretan gelar itu.

Karena pada kenyataannya gelar akademis relevan bagi kerja politik dan bisnis, cara perolehannya pun relevan pula untuk dipersoalkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com