Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apresiasi Seni yang Salah Porsi....

Kompas.com - 21/03/2011, 15:08 WIB

Namun, silih berganti dengan itu, kontradiksi hadir saat muncul pernyataan, adalah hebat jika hobi tersebut ada pada diri seorang presiden, profesi menuntut ketegasan dan kewibawaan. Ia telah membuktikan bahwa presiden juga adalah yang bisa melakukan hal-hal yang "dilakukan orang biasa".

"Kalau dulu, saat seorang presiden berdiri di podium dengan mikrofon di depannya, tentulah akan menyampaikan pidato resmi. Tidak begitu dengan SBY (hal. 48)".

Buku ini hanya satu dari sedikit usaha pembelaan terhadap hobi SBY yang sering ditunjukkan tak pada tempatnya. Seperti diketahui bersama, SBY memerintah saat Indonesia tumbuh menjadi salah satu negara dengan pengguna jejaring sosial terbesar. Media baru ini tumbuh menerabas batas tabu dunia politik. Saat jejaring sosial ramai mengkritik pemerintah, isu demi isu bertaraf nasional silih berganti dengan cepat mengisi ruang-ruang informasi masyarakat.

Bela diri pemerintah yang juga "hanya manusia biasa" berusaha mengetuk pintu pengertian dan simpati, melupakan klarifikasi didasari bukti.

"Belum lagi nada-nada yang dibuat SBY, begitu lembut dan menggugah jiwa. Lebih jauh lagi, lagu-lagu ciptaan SBY bisa menghibur. Tak ada yang salah dengan semua itu. Tinggal, bagaimana warga masyarakat yang menyimak lagu-lagu itu merespons (hal. 92)".

Buku ini tangkas menangkis kritik masyarakat pada hobi SBY yang sering dianggap tak pada tempat dan waktunya. Dikatakannya, tak ada yang salah, meski tak ada korelasi dan tak bisa dikaitkan, antara hobi SBY dan posisinya sebagai presiden.

Singkatnya, lebih dari sekedar kecerobohan jika buku ini dipakai sebagai buku pengayaan bidang budaya dan sastra dengan dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) 2010. Menyimpang dari tujuan pengajaran sastra, buku ini mengajak siswa mengagumi sosok dan kisah hidup SBY, yang memiliki hobi berpuisi dan menulis lagu, tanpa mengupas karya-karyanya secara mendalam.

Sekali lagi, "Merangkai Kata Menguntai Nada" lebih sebagai sebuah biografi yang dibuat untuk memulihkan citra baik, bukan sebuah apresiasi terhadap karya seni. (Roberto Januar Setyabudi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com