Meski Mendiknas dan Mendagri telah mengeluarkan surat edaran bersama terkait penyaluran dana BOS, nyatanya belum mampu mengatasi masalah keterlambatan penyaluran ini. Pemerintah di daerah tetap saja menunda penyaluran dan memilih menunggu pengesahan RAPBD oleh DPRD. Mereka tidak ingin terjerat masalah hukum dan politik lokal jika tetap menyalurkan dana BOS ke sekolah.
Kebijakan penyaluran dana BOS 2011 ini dapat dinilai sebagai kelalaian kewajiban pemerintah pusat dan DPR atas Pasal 11 Ayat (2) UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal ini berbunyi: ”Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”.
Frasa ”menjamin tersedianya dana” tidak hanya berarti wajib mengalokasikan anggaran dalam APBN dan APBD, juga menjamin alokasi tersebut sampai di tingkat satuan pendidikan tepat waktu. Kelalaian ini dapat dianggap sebagai mal-administrasi kebijakan pemerintah dan DPR.
Guna menghindari masalah lebih lanjut, penulis merekomendasikan beberapa hal berikut. Pertama, pemerintah pusat dan DPR merevisi UU No 10/2010 tentang APBN 2011. Revisi antara lain dilakukan dengan memasukkan kembali dana BOS pada kelompok belanja pemerintah pusat di daerah dan bukan pada kelompok Dana Penyesuaian yang ditransfer ke daerah.
Kedua, Mendiknas merevisi Permendiknas No 37 Tahun 2010 dengan membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya dalam pencairan dan penggunaan dana BOS.
Ketiga, Ombudsman menginvestigasi dugaan mal-administrasi penyaluran, dan bersama KPK mengawasi bunga giro atas pengendapan dana BOS pada kas umum daerah.