Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati: Kita Harus Tegas soal Ideologi

Kompas.com - 01/05/2011, 05:16 WIB

Zuhairi mengatakan, ekstremisme dan radikalisme tumbuh subur justru pada masa pemerintahan saat ini. Kenyataan itu membuktikan bahwa pemerintahan tak serius mendesiminasikan empat pilar berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, semua elemen masyarakat harus bekerja keras mencegah radikalisme terus berkembang.

Pengamat intelijen Wawan Purwanto menyebutkan, jumlah anggota NII sejak 1999 hingga sekarang sudah mencapai 151 juta orang. Namun, perekrutan secara besar-besaran dilakukan pada 2009 hingga 2011.

Peneliti Sejarah Darul Islam/NII, Solahudin, sama sekali tidak heran dengan jumlah anggota NII saat ini. Perekrutan besar-besaran sejak tahun 2009 itu bermotif ekonomi karena semakin banyak anggota yang direkrut semakin banyak pula uang infak yang terkumpul.

Pengamat intelijen Andi Widjajanto mengatakan, pemerintah seharusnya membuat klarifikasi apakah NII yang muncul sekarang adalah NII tradisional dengan rencana aksi membagi Indonesia menjadi tujuh komandemen wilayah atau apakah bentuk metamorfosis baru. Walau kecil kemungkinan NII saat ini membentuk Tentara Islam Indonesia, menurut dia, ada metode kerja dengan motif penipuan ekonomi.

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj mengatakan, maraknya aksi teror bom seharusnya membuat pemerintah merevisi UU Antiteror menjadi lebih tegas. Menurut Said, kewenangan penangkapan terhadap kelompok yang dicurigai melakukan aksi teror bisa dilakukan aparat keamanan. ”Tetapi dengan syarat tidak boleh melanggar HAM,” katanya

Namun, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menilai, teror bom dan kekerasan itu bukan menjadi justifikasi lahirnya RUU Intelijen.

Menurut Kalla, upaya memperketat perundangan melalui UU Antiterorisme dan RUU Intelijen tidak akan menjadi solusi jika persoalan kemiskinan dan ketidakadilan belum teratasi. ”Kita tidak mengadili pemikiran, yang diadili tindakan kekerasan,” katanya. (ATO/BIL/NTA/EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com