Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen Kita Lebih Suka Mengajar daripada Meneliti?

Kompas.com - 26/07/2011, 11:17 WIB

Sebab lain adalah akses ke penelitian sejawat yang sangat sulit. Sistem kepustakaan kita kurang baik dan tidak semua hasil penelitian yang dilakukan diterbitkan ke dalam bentuk jurnal ilmiah kedokteran, apalagi yang terakreditasi. Bagaimana saya bisa mengetahui penelitian yang dilakukan sejawat saya di Manado, misalnya, kalau dalam pencarian sederhana di mesin Google tidak ditemukan. Apalagi, kalau mau mencarinya di PubMed karena hanya sedikit sekali jurnal Indonesia yang bisa menembus portal jurnal kedokteran prestisius ini.

Solusi yang bisa ditawarkan

Penelitian di Indonesia sulit maju penyebabnya adalah kurangnya dukungan dana dari pemerintah. Banyak kisah yang kita lihat dan kita dengar, ilmuwan-ilmuwan Indonesia lebih banyak "nongkrong" di laboratorium-laboratorium luar negeri yang sangat prestisius. Mereka tidak mau pulang ke Indonesia. Alasannya, ketika kembali ke Indonesia, mereka akan kesulitan dalam membuat penelitian karena kurangnya dana dan peralatan. Padahal, beberapa penelitian mereka itu sangat penting dalam kehidupan manusia.

Hal lainnya adalah kesejahteraan peneliti di Indonesia. Penelitian membutuhkan waktu dan konsentrasi. Jarang sekali peneliti bisa bekerja sambilan kalau ingin serius meneliti sesuatu. Jaminan kesejahteraan yang tidak pasti menyebabkan sulitnya peneliti di Indonesia berkembang.

Bagi dokter yang juga sebagai praktisi, kurangnya dana dan sulitnya memperoleh dana membuat pikiran dokter akan lebih cenderung menjadi praktisi saja. Sebab, pilihan menjadi peneliti di Indonesia, sayangnya, identik dengan "miskin". Tidak seperti di luar negeri. Di sana, peneliti hidup berkelimpahan sehingga tidak perlu pusing-pusing memikirkan makan untuk keluarganya. Ada memang yang tidak selalu demikian, tetapi biasanya sangat jarang.

Solusinya? Perhatian pemerintah perlu lebih banyak kepada hal ini. Sayangnya, kita memang sudah terbiasa membeli sesuatu jadi dan tinggal pakai. Kita lebih sering mempunyai perilaku konsumtif daripada perilaku sebagai penemu. Memikirkan dana yang besar untuk penelitian, pikiran kita biasanya langsung memilih lebih baik beli jadi saja. Mudah-mudahan ke depan, pikiran seperti ini tidak banyak ditemukan di kalangan generasi muda. Saya yakin, kemampuan otak peneliti Indonesia tidak kalah. Yang penting adalah kesempatan dan dukungan yang ada.

Semoga maju penelitian di Indonesia!

* dr Andri, SpKJ, Psikiater dan Kepala Unit Penelitian di FK Ukrida

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com