Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metamorfosis Sekolah Swasta

Kompas.com - 09/09/2011, 04:18 WIB

Pemerintah menghadapi pilihan yang sulit apabila memilih menyejahterakan guru swasta dengan menjadikan gaji mereka layak. Konsekuensi dana yang harus terus dikeluarkan jauh lebih besar ketimbang membangun gedung baru dan menambah satu-dua guru PNS. Kalau akhirnya kian banyak sekolah swasta yang sekarat dan mati, ini tentu pil pahit yang sudah terduga. Suka atau tidak, pemerintah seharusnya ikut menelan pil pahit itu.

Metamorfosis pendidikan

Sampai di sini, masygul rasanya merenungkan peran sekolah swasta di negeri kita dewasa ini. Sekolah swasta seolah telah menjebak negara yang bertanggung jawab menyejahterakan segenap guru di negeri ini. Banyaknya sekolah swasta miskin berarti begitu banyak pula guru dengan gaji tak layak. Mereka seperti sel kanker yang menggerogoti negara. Karena itu, secepat mungkin harus disingkirkan. Meski sesungguhnya selama sekolah swasta ada, mereka telah menanggung sejumlah besar dana yang mestinya diongkosi negara demi terpenuhinya kesempatan belajar bagi segenap anak bangsa. Namun, pasti sekolah-sekolah swasta miskin itu tidak akan bertahan lama.

Akhirnya hanya tinggal sekolah-sekolah swasta kaya. Itu berarti pada saatnya sekolah swasta terpaksa hanya harus menampung anak orang berduit.

Stigma sekolah swasta hanya bagi kaum berduit tak terelakkan. Apa daya, sekolah swasta harus mempertahankan diri karena biaya penyelenggaraan pendidikan yang tinggi. Komersialisasi pendidikan pun kian menggila. Sekolah tiba-tiba telah menjadi medan pertempuran tebar pesona. Sekolah jorjoran dengan kemutakhiran fasilitas, kemegahan gedung, dan beragam program prestisenya, yang biayanya pasti amat mahal.

Pada saat itu sekolah akan kehilangan roh sejatinya. Alih-alih jadi komunitas yang membangun karakter unggul siswanya. Dalam geliat tebar pesona, dinamika sekolah penuh kepura-puraan dan makin menyuburkan karakter hedonis, konsumeris, dan pragmatis kepada para siswanya.

Metamorfosis sejumlah sekolah semacam ini agaknya mulai bisa kita cecap. Itu berarti pendidikan di negeri ini pun sedang bermetamorfosis. Akankah kita biarkan gulir metamorfosis itu yang menjadikan sekolah sebagai komunitas hedonis, konsumeris, dan pragmatis? Ngeri membayangkan nasib negeri ini ketika pendidikan tidak lagi menjadi komunitas yang membangun karakter unggul peserta didiknya.

SIDHARTA SUSILA Pendidik di Yayasan Pangudi Luhur di Muntilan, Magelang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com