Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Besar Tunggu Abraham

Kompas.com - 03/12/2011, 02:55 WIB

Kompromi antarparpol

Koordinator Koalisi Masyarakat Antikorupsi Fadjroel Rachman di Jakarta, Jumat, menilai, terpilihnya Abraham sebagai Ketua KPK dan unsur pimpinan KPK lain, mencerminkan kompromi antarpartai politik di DPR. Sosok Abraham yang kurang menonjol prestasinya dibandingkan Bambang menunjukkan bahwa DPR tidak serius memberantas korupsi, padahal agenda publik jelas menyatakan perang 100 persen melawan korupsi.

”Bambang terpilih masuk jajaran pemimpin KPK karena tak ada alasan menolaknya. Menolak Bambang berarti menolak Indonesia dibersihkan dari korupsi. Namun, tiga calon lain yang diberi ranking tinggi oleh Panitia Seleksi justru tak terpilih,” ungkapnya.

Prestasi Abraham selama ini tak menonjol. Dengan rekam jejak seperti itu, kata Fadjroel, masyarakat tidak bisa berharap banyak pada Abraham untuk bisa menuntaskan kasus korupsi yang menarik perhatian publik.

Sebaliknya, Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Denny Kailimang menilai terpilihnya Abraham dan tiga unsur pimpinan KPK yang baru itu adalah yang terbaik. Mereka harus diberi kesempatan lebih dahulu untuk membuktikan kinerjanya. ”Justru kita punya harapan yang besar pada Abraham karena sosoknya masih muda,” katanya.

Menurut Denny, catatan prestasi Abraham tidak mengecewakan. Dengan sikapnya selama ini, ia bisa progresif memimpin KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, publik menunggu kiprah pemimpin baru KPK. ”Kita tunggu saja. Mereka sudah berjanji di depan anggota DPR dan disaksikan masyarakat,” paparnya lagi.

Ahli hukum pidana pencucian uang dari Universitas Trisakti, Jakarta, Yenti Garnasih, mengingatkan, pemimpin baru KPK harus bisa menyelesaikan pekerjaan rumah yang besar. Pekerjaan rumah itu meliputi menangkap tersangka penyuap dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Nunun Nurbaeti, mengusut pemberian dana talangan ke Bank Century, dan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Yenti juga mengingatkan, KPK harus menuntaskan kasus wisma atlet, terutama terkait aliran dana yang disebutkan diterima Nazaruddin. (ATO/ONG/NTA/NWO/RAY/BIL/FAJ/FER/LOK/TRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com