Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negeri Maritim Minim Kapal

Kompas.com - 16/12/2011, 03:09 WIB

Armada

Laut sebagai pemersatu tampaknya memang masih sebatas slogan. Dengan wilayah lautan mencapai 93,5 persen dari total wilayah, konektivitas antarpulau masih menjadi masalah.

Trans Maluku yang diprogramkan sejak tahun 2004 untuk meningkatkan konektivitas antarpulau masih jauh dari realisasi. Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Maluku menyebutkan, saat ini ada 19 feri yang beroperasi di wilayah Maluku dengan total 17 pelabuhan penyeberangan. Sementara yang dibutuhkan untuk merealisasikan Trans Maluku adalah 24 feri dengan 40 pelabuhan penyeberangan.

Saat ini ada sembilan kapal perintis yang beroperasi. Sementara untuk memperkuat konektivitas antarpulau dibutuhkan lagi enam kapal tambahan.

Tidak memadainya jumlah feri dan kapal perintis membuat warga di sejumlah pulau harus menunggu berhari-hari untuk keluar-masuk. Begitu pula pengangkutan barang, baik barang-barang kebutuhan pokok maupun hasil bumi.

Mereka yang terimbas kondisi ini adalah masyarakat di kepulauan di Kabupaten Aru, Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat, dan Maluku Barat Daya. Frekuensi feri singgah hanya satu minggu sekali, sedangkan kapal perintis bisa memakan waktu tiga sampai empat minggu sekali.

Waktu singgah ini kerap lebih lama akibat kondisi gelombang laut yang memaksa kapal memperlambat kecepatannya atau bahkan berhenti berlayar hingga kondisi cuaca membaik.

Terlalu senjangnya waktu singgah sangat merepotkan warga, terutama mereka yang memiliki kebutuhan mendesak, seperti warga yang sakit dan hendak berobat di rumah sakit di pulau lain. Hal ini diungkapkan Jery (29), warga Larat, Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

Larat adalah pulau kecil di sebelah timur Pulau Yamdena di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Dari Larat ke Saumlaki, ibu kota Maluku Tenggara Barat yang berada di Yamdena, dilayani feri yang hanya berlayar seminggu sekali. Menurut Jery, alternatif lain saat feri tidak ada adalah dengan perahu cepat.

Hanya saja, biayanya sangat mahal, sampai Rp 250.000 per orang, tiga kali lipat dari biaya naik feri. Belum lagi risiko kecelakaan di laut akibat diterjang gelombang laut lebih tinggi dibandingkan dengan feri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com