Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lindungi Karya Anak Negeri

Kompas.com - 11/01/2012, 11:34 WIB

Produksi mobil secara massal, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, tidak bisa dilakukan SMK sendirian, perlu kerja sama dengan BUMN atau swasta. Untuk memproduksi massal mobil Esemka, Kemdikbud mengajak kerja sama Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Riset dan Teknologi, serta BPPT. Saat ini mobil Esemka dalam tahap teknis dan administrasi, termasuk uji teknis kelayakan.

”Untuk mengembangkan produk anak negeri, perlu keteguhan perlindungan politik dan kebijakan afirmatif. Sayang kalau benih-benih ini tidak ditangkap dengan baik,” kata Nuh.

Menurut Direktur Pembinaan SMK Joko Sutrisno, dari 9.800 SMK yang ada, 2.000 di antaranya siap bekerja sama dengan industri. Untuk perakitan mobil ada 33 SMK yang siap bermitra asalkan ada kebijakan yang berpihak pada pengembangan SMK. Kebijakan yang diharapkan, antara lain, pembebasan pajak impor suku cadang, termasuk impor barang kapital.

Berdasarkan roadmap pemerintah, sistem operasional SMK akan dibuat seperti industri. Pada industri, tidak semua komponen diproduksi sendiri, tetapi didistribusikan ke pihak lain, lalu dirakit di pabrik. Konsep serupa akan diaplikasikan di SMK. Komponen mesin dibuat di banyak titik SMK, lalu dikumpulkan dan dirakit di SMK integrator.

Bukan pabrik

Meski mampu memproduksi mobil secara massal, Nuh mengingatkan SMK sebagai institusi pendidikan tetap menjadi tempat belajar dan pencetak sumber daya manusia yang terampil. SMK bukan pabrik. Untuk meningkatkan kemampuan siswa, pemerintah mengalokasikan Rp 2,1 triliun bagi seluruh SMK. Dana itu untuk mengembangkan laboratorium, bengkel, dan pelatihan guru. Hal itu diharapkan bisa memenuhi kebutuhan mendasar pembelajaran siswa.

”Kebutuhan alat di SMK tidak pernah selesai karena ilmu dan teknologi berkembang terus. Yang penting kebutuhan dasar, seperti alat las dan mesin bubut, untuk jurusan otomotif. Kalau teknik dasar sudah dikuasai, mudah adaptasi teknologi terbarunya,” tutur Nuh.

Senada dengan Nuh, Wahidin menyatakan, SMK memang tidak bisa berfungsi sebagai pabrik karena SMK tetap menekankan proses pembelajaran. Jika pabrik bisa menyelesaikan satu mesin utuh dalam hitungan jam karena dikejar target, siswa SMK membutuhkan waktu tiga hari. Satu mesin yang minimal terdiri atas 146 komponen dikerjakan oleh tiga siswa. ”Fokusnya tetap pembelajaran. Namun, jika dibutuhkan, SMK siap untuk memproduksi,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com