Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Lebih Baik Oemar Bakrie

Kompas.com - 05/03/2012, 16:52 WIB
Irene Sarwindaningrum

Penulis

Ia mendapat izin dari kepala desa setempat untuk menggunakan bangunan tanpa perlu membayar sewa sehingga tak menambah pengeluarannya. Ruangan tempatnya tidur, memasak, dan beraktivitas seharian itu sungguh bersahaja. Ruang berukuran sekitar 2x4 meter persegi itu masih berlantai tanah. Atapnya dari daun nipah yang sering bocor saat hujan.

Di sanalah ia tinggal seorang diri. Menjelang tengah malam, penerangan minim karena listrik diesel hanya menyala sampai pukul 22.00. Ia hanya menggunakan lampu minyak untuk penerangan sekedarnya. "Kalau takut, saya tidur di tempat tetangga sebelah," tuturnya.

Dari tempatnya tinggal itu, perempuan lulusan Sekolah Pendidikan Guru Kayu Agung, Kabupaten OKI, itu berangkat ke sekolahnya dengan naik sepeda motor. Selama mengajar di sana, tak sekalipun kaki Nurul mengenal sepatu "cantik" seperti ibu-ibu guru di sinetron. Ia selalu menggunakan sepatu bot untuk menghadapi jalanan yang kerap berlumpur.

Di sekolah, ia berganti dengan sandal. Berbagai pengalaman ia alami di desa itu. Tak terhitung lagi berapa kali ia jatuh dari sepeda motor karena terpeleset di jalanan yang berlumpur.

"Saya pernah jatuh tak bisa bangun karena tubuh saya tertimpa sepeda motor sampai berbaring di jalan hampir satu jam karena tak ada juga orang lewat yang bisa dimintai bantuan. Pernah juga saya masuk parit penuh air karena terpeleset lumpur.

Jalan kaki sampai 2 Km karena lumpur terlalu parah sehingga tak bisa dilewati sepeda motor pun sudah pernah," tuturnya.

Jika diukur dengan pendapatannya sebagai guru bantu apalagi honornya yang saat ini tak jelas itu, semua kesulitan itu seolah tak cukup berharga untuk dijalani. Untuk kehidupannya sehari-hari saja, pendapatannya sudah sangat terbatas.

Harga bensin di daerahnya mengajarnya itu mencapai Rp 9.000 per liter karena bensin harus diangkut dari kota yang cukup jauh jaraknya.

Di luar honornya sebesar Rp 1 juta, ia hanya menerima tunjangan fungsional yang turun enam bulan sekali dengan besaran tak tentu. Tunjangan terakhir yang ia terima tahun 2011 sebesar Rp 1,7 juta. Di luar itu, tak ada tambahan sama sekali.

"Tunjangan hari raya pun kami ini tak pernah dapat," katanya. Pekerjaan sampingan seperti memberi les atau mengajar sekolah lain pun tak ada di kawasan pedesaan itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com