Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus HAM Papua Kian Temaram

Kompas.com - 03/04/2012, 02:28 WIB

Selain itu, kekerasan seputar pemilihan kepala daerah (pilkada) di Papua turut memperburuk situasi di sana. Pertama, di Kabupaten Puncak, dengan terjadinya bentrokan antarpendukung Simon Alom dan Elvis Tabuni saat memperebutkan rekomendasi DPD Gerindra untuk maju ke pemilihan bupati. Sepanjang 31 Juli-Februari 2012, konflik telah menewaskan 95 orang, belum lagi ratusan yang luka-luka akibat perang terbuka antarkubu pendukung itu.

Kedua, bentrok antar-pendukung John Tabo-H Edi Suyanto yang diusung Partai Golkar dengan Usman Wanimbo-Amos Jikwa yang diusung Partai Demokrat dalam pencalonan bupati Tolikara. Bentrokan tersebut telah menewaskan 11 orang, melukai 201 orang, dan menghanguskan 76 rumah.

Dalam dua kasus tersebut, tidak tampak keseriusan partai politik pengusung calon untuk mencarikan jalan keluar dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Di sisi lain, Kepolisian RI gagal mencegah dan mengantisipasi bentrokan.

Situasi ini menegaskan bahwa partai politik tidak boleh melepaskan tanggung jawab atas tindak kekerasan yang terjadi akibat praktik politik para pengikutnya sebagaimana yang terjadi di Papua.

Partai politik harus bertanggung jawab menciptakan iklim persaingan yang sehat dalam pilkada. Kekerasan di Papua dengan kepentingan pilkada yang berkepanjangan menunjukkan bahwa partai politik yang beroperasi di Papua telah gagal menjadi instrumen pendidik demokrasi dan menciptakan kesadaran politik. Ironisnya, pilkada justru jadi kontributor kekerasan yang memperparah kondisi Papua.

Pemerintah abai

Setidaknya terdapat pernyataan dari beberapa pejabat negara, di antaranya Panglima TNI yang diwakili oleh Letnan Jenderal M Noer Muis, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution, serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, yang intinya tidak mengakui adanya tindak kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM berat di Papua.

Gambaran memprihatinkan tersebut diperparah dengan pernyataan kontroversial yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa operasi TNI dan Polri di Papua adalah untuk menjaga kedaulatan negara, tidak termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Menurut Presiden SBY, negara mana pun akan melakukan hal yang sama terhadap gerakan separatis bersenjata yang muncul di negaranya.

Pernyataan tersebut semakin menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki kesungguhan menyelesaikan beragam persoalan di Papua. Pernyataan ini sekaligus merupakan bentuk dualisme karena di satu sisi mencoba menggulirkan solusi untuk Papua dengan membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2011. Unit kerja ini bertugas membantu presiden melakukan koordinasi, fasilitasi, dan sinkronisasi perencanaan percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Tawaran solusi lainnya yang pernah disetujui dan dijanjikan oleh Presiden SBY adalah komunikasi konstruktif. Namun, sampai saat ini tidak ada kejelasan kapan rencana ini akan dilaksanakan dan tidak jelas komunikasi seperti apa yang dimaksud. Gagasan dialog atau komunikasi ini lahir setelah LIPI bertahun-tahun mendorong gagasan dialog damai untuk penyelesaian konflik di Papua.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com