Tentu dengan maksud agar kalimat tersebut terpatri dalam hati sanubari siswa-siswi yang sedang mengerjakan soal ujian nasional. Dengan demikian, mereka akan mengerjakan soal dengan jujur, tidak menyontek, apalagi dengan menggunakan joki.
Ada kata bijak, verba molan scripta manent, ucapan cepat hilang, sedangkan tulisan akan terus terpatri. Ibarat pepatah belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar setelah dewasa bagai mengukir di atas air.
Inilah suatu ikhtiar yang berangkat dari kesadaran tentang betapa terpuruknya bangsa ini dan sebuah imajinasi tentang Indonesia yang lebih baik, bermartabat. Saya menyadari bahwa hal-hal besar, gagasan-gagasan brilian selalu dimulai dari mimpi. Maka, anak-anak kita diajak untuk bermimpi bahwa Indonesia yang baik itu dimulai dari sikap dan tingkah laku yang mengedepankan kejujuran.
Tentu tak ada salahnya mimpi tentang sebuah Indonesia yang baik ini dimulai dari anak-anak. Anak-anak adalah pemilik sah masa depan. Sebagai orang dewasa, kita tidak hendak mewariskan negeri yang compang-camping kepada anak cucu.
Pikiran jahil dan konyol pun muncul. Apakah yang akan terjadi di Indonesia jika para pejabat melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh anak-anak sewaktu mengerjakan ujian nasional itu. Para pejabat di republik ini wajib menulis dengan tangan kalimat, ”Saya akan bekerja untuk rakyat dengan jujur” di setiap surat yang mereka tanda tangani atau di bawah logo jabatan kop surat.
Saya membayangkan di bawah logo surat kepresidenan yang bergambar bintang dengan tulisan Presiden Republik Indonesia, seorang presiden menulis tangan, ”Saya akan bekerja untuk rakyat dengan jujur.”
Atau dalam kop surat milik menteri, gubernur, bupati/wali kota yang bergambar burung garuda. Di bawahnya mereka menulis tangan, ”Saya akan bekerja untuk rakyat dengan jujur.”