Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SMP Terbuka Jadi Solusi

Kompas.com - 16/07/2012, 03:26 WIB

Kurikulum SMP terbuka sama dengan SMP reguler, tetapi pembelajarannya lebih fleksibel.

Direktur Pembinaan SMP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Didik Suhardi mengatakan, SMP terbuka merupakan alternatif layanan pendidikan dasar yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik anak-anak itu. Pembelajaran tidak tiap hari, umumnya siang hingga sore, supaya anak-anak tetap bisa membantu orangtua.

Dengan adanya SMP terbuka yang serba gratis—bukan hanya biaya sekolah, melainkan juga kebutuhan pribadi siswa, seperti buku tulis, seragam, dan uang transportasi—banyak anak miskin mulai terjangkau. Suburiah, Ridho, dan anak-anak TKI di Malaysia bisa tertampung.

Pemerintah menugaskan guru-guru di SMP reguler untuk mendata dan mencari anak usia SMP yang putus sekolah itu. ”Pendidikan di SMP terbuka ditekankan pada penguasaan keterampilan,” kata Didik.

Jumlah SMP terbuka saat ini sebanyak 2.111 sekolah dengan 7.413 tempat kegiatan belajar (TKB). Sekolah ini melayani 248.432 siswa dengan guru bina 26.248 orang dan guru pamong 15.221 orang.

Ada cabang di luar negeri berupa 13 pusat pembelajaran yang melayani anak-anak TKI di perkebunan kelapa sawit di Sabah, Malaysia. Program yang dimulai akhir tahun 2011 ini belum mampu menjangkau semua anak TKI di Malaysia.

Di SMP terbuka, siswa belajar mata pelajaran di SMP induk. Guru SMP induk menjadi guru bina. Selanjutnya, kegiatan di TKB dibimbing guru pamong, biasanya guru SD atau anggota masyarakat.

Pembelajaran keterampilan menantang guru-guru untuk berinovasi, terutama memanfaatkan potensi lokal. Keterampilan yang diajarkan meliputi tata busana, kriya tekstil (batik, tenun tradisional), tata boga, kriya kayu dan anyaman, serta kerajinan. Kegiatan Lomojari yang memasuki tahun ke-10 merupakan ajang untuk memacu inovasi kalangan SMP terbuka.

Samsul Hadi, Kepala SMP Terbuka Rembang, Kabupaten Pasuruan, mengatakan, pengembangan keterampilan untuk siswa melihat peluang dan potensi di masyarakat. Sekolah yang baru satu tahun berdiri ini mengembangkan keterampilan sablon yang bisa diimplementasikan pada pembuatan bola sepak, kaus olahraga, dan sepatu sepak bola.

”Peluang pemasaran bagus karena harga terjangkau. Para siswa mulai menerima order pribadi. Kami berharap mereka bisa mandiri,” kata Samsul.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com