Pendidik Arief Rachman, Selasa (25/9), meminta agar kasus ini diproses secara hukum dan pelaku dipidana sesuai undang-undang sehingga memberikan efek jera bagi siswa lainnya.
Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat menambahkan, sanksi tak hanya diberikan kepada pelaku tawuran, tapi juga jajaran manajemen sekolah. ”Masalah tawuran masih dalam konteks pendidikan di sekolah. Sekolah harus bertanggung jawab, terutama kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah,” katanya.
Sanksi bagi manajemen sekolah juga ditujukan sebagai pemberi efek jera agar kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan orangtua siswa bisa melaksanakan pola pendidikan yang benar. Menurut Lody, tawuran dan kekerasan antarmurid di sekolah terjadi karena guru sudah tidak berwibawa lagi.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S Rajab mengatakan, yang terjadi bukan tawuran, melainkan penyerbuan siswa SMAN 70 ke SMAN 6. Dalam penyerbuan itu, para pelaku membawa senjata tajam seperti gir dan celurit serta potongan kayu. ”Sudah ada 10 nama yang diserahkan pihak SMAN 70 ke polisi. Kami juga sudah memeriksa 5 saksi,” ujarnya.
Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan, pihaknya terus mencari siswa berinisial F yang diduga mengayunkan senjata tajam ke arah Alawy. F adalah salah satu dari 10 siswa SMAN 70 yang diduga terlibat dalam penyerangan itu. Mereka belum ada yang ditahan. Hasil penyelidikan sementara, F telah dikejar ke rumahnya, tetapi ia tidak ada di tempat.
Meski demikian, ujar Untung, proses hukum tengah dan terus berjalan. Polisi juga berkoordinasi dengan menteri pendidikan dan pihak sekolah untuk mencari sistem pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah yang lebih efektif.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim yang ditemui seusai pembukaan Olimpiade Sains Nasional Pertamina di Kampus Universitas Indonesia, Depok, kemarin, menyayangkan sekolah-sekolah favorit di Jakarta, seperti SMAN 6 dan SMAN 70, masih terlibat tawuran.