Ajip mencontohkan salah satu indikatornya, negara-negara tersebut sangat antusias menerjemahkan buku asing ke dalam bahasa ibunya.
Kini, bahasa China sudah diperhitungkan di kancah internasional. Jangankan di dunia, bahasa China, atau yang juga biasa disebut bahasa Mandarin, sudah jadi nilai tambah dalam dunia pekerjaan.
Yang cukup melegakan hati adalah kabar bahwa bahasa Indonesia mulai marak diajarkan di sejumlah universitas di luar negeri. Namun, bahasa Indonesia tentu tetap harus menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Jadi, bisa mulai ditanyakan kepada anak apakah dia lebih senang dan bangga berbahasa Indonesia? Jika ya, mungkin semangat butir terakhir Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang berbunyi "Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia" masih memiliki harapan setidaknya sampai anak-anak kita menjadi orangtua kelak.
Jika tidak?
Simak berita dan opini tentang dinamika perkembangan bahasa Indonesia dalam topik "Bahasa dan Generasi Muda Indonesia"