Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari Bercakap dengan Bahasa Indonesia, "Ciyus"?

Kompas.com - 23/11/2012, 02:51 WIB

Derajat kemahiran berbahasa Indonesia dalam UKBI ditentukan dalam tujuh tingkat, yakni terbatas, marjinal, semenjana, madya, unggul, sangat unggul, dan istimewa. Dalam tingkat terbatas, kemampuan berbahasa Indonesia hanya mampu digunakan untuk bertahan hidup.

”Saat ini UKBI belum diterapkan untuk seluruh pelajar sekolah, hanya kalangan yang bersedia mendaftar,” ujar Abdul.

Bahasa pemersatu

Kekhawatiran Abdul bahwa kualitas berbahasa Indonesia pelajar perlu diperiksa beralasan berdasarkan hasil pada ujian nasional SMA tahun 2012. Pelajaran Bahasa Indonesia justru menjadi salah satu biang kegagalan para peserta. Hal sebaliknya justru diperlihatkan oleh Bahasa Inggris yang nilainya bisa di atas rata-rata.

Hal ini sungguh miris jika dilihat sejarah bahasa Indonesia yang menjadi salah satu butir dari Kongres Pemuda II tahun 1928. Di sana, mereka menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Sebuah bahasa yang mempersatukan pemuda dari berbagai suku demi memperjuangkan kemerdekaan yang belum tiba.

Itulah yang mendorong kampanye berbahasa Indonesia menjadi salah satu kegiatan dalam peringatan 84 tahun Sumpah Pemuda. Di dalam acara hari bebas kendaraan di Jalan Ir H Djuanda, Kota Bandung, Komunitas Duta Bahasa membagikan selebaran ajakan berbahasa Indonesia dan glosarium berisi padan kata dari istilah internet bahasa asing menjadi Indonesia.

Wakil Ketua Komunitas Duta Bahasa Jabar Annatasya Maryana menuturkan, masyarakat tidak dididik untuk mencintai bahasanya. Mereka lebih bangga berbahasa asing. Dia pun mencontohkan, nama gerai-gerai pabrik (factory outlet) sepanjang Jalan Ir H Djuanda hampir semuanya memakai bahasa asing sehingga hilang ciri khas Indonesianya.

Menurut duta bahasa Jabar, Visarah Novicca Afridiani, bahasa Indonesia itu unik meski tidak berarti lebih rendah atau lebih tinggi daripada bahasa asing lainnya. Alumnus Sastra Perancis Universitas Padjadjaran ini mengaku menemukan keunikan bahasa Indonesia setelah belajar bahasa asing. ”Pola pikir yang menganggap bahasa asing lebih hebat daripada bahasa Indonesia harus dibuang jauh. Di sanalah tampak bagaimana kita menghargai kebudayaan sendiri,” ujar Visarah.

”Ciyus? Miapah?”

Salah satu kekhawatiran dalam bahasa Indonesia saat ini justru munculnya gaya berbahasa gaul, tetapi justru merusak makna kata. Tengok saja celetukan ciyus? miapah? yang berseliweran dari obrolan santai remaja. Kata ciyus berasal dari kata ”serius” yang pelafalannya dibuat seperti orang yang baru belajar berbicara.

Penggunaan media sosial yang masif di kalangan anak muda juga dikhawatirkan sebagai perusak kaidah berbahasa. Jejaring Twitter, misalnya, memaksa penggunanya untuk mengungkapkan pikirannya dalam 140 karakter sehingga banyak menyingkat dan akhirnya membuat kata-kata dalam bahasa Indonesia yang kadang hanya dimengerti sendiri.

Namun, fenomena itu tidak terlalu dirisaukan, setidaknya oleh Annatasya. Menurut dia, gaya bahasa informal itu muncul dalam interaksi yang lebih akrab atau intim. Berbahasa alay asalkan hanya untuk bersenang-senang tidak perlu dikhawatirkan karena gejala serupa juga terjadi pada setiap generasi muda.

”Yang penting, kita bisa memilah kapan harus berbicara alay dan kapan harus berbicara formal,” kata Annatasya.(Didit Putra Erlangga Rahardjo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com