Muncul pandangan salah kaprah bahwa persoalan perilaku dan imoralitas, yang seharusnya menjadi ranah lunak dan tersembunyi pada kurikulum, harus diatasi dengan suatu mata pelajaran khusus yang merupakan wujud kurikulum keras dan eksplisit.
Implementasi kurikulum baru nanti harus tetap fokus pada desain, konsep, dan tujuan awalnya. Aspek-aspek pembentukan disposisi sikap tidak perlu dikeraskan dan dijadikan tujuan langsung pengajaran.
Biarkan aspek-aspek itu menjadi akibat-penyerta dari profil seseorang yang berpengetahuan dan terdidik. Seperti bunyi peribahasa non multa, sed multum, postur kurikulum yang ramping perlu dibarengi dengan kedalaman cakupan kompetensi dasar sesuai dengan usia perkembangan murid dan hakikat pendidikan sekolah.
Ketiga, kurikulum akan berhasil jika konsep ”multimuatan” pada mata pelajaran tidak menghambat pembelajaran ”ilmu sebagai ilmu”. Salah satu argumentasi yang mendasari perampingan kurikulum adalah bahwa mata pelajaran tertentu dapat mencakup substansi mata pelajaran lain yang selama ini diberikan terpisah.
Misalnya, mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat bermuatan hal-hal tentang Ilmu Alam sehingga Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dirasakan tidak perlu menjadi mata pelajaran tersendiri. Argumentasi tersebut dapat dipahami, tetapi sangat mengkhawatirkan karena membuka peluang sabotase dan monopoli substansi mata pelajaran yang justru membahayakan penyemaian nilai-nilai demokrasi.
Kurikulum yang sedang dimatangkan pemerintah antara lain dilandasi keprihatinan atas hilangnya akhlak mulia, rendahnya moral dan etika berbangsa, menguatnya radikalisme, dan melemahnya toleransi. Dikhawatirkan, kurikulum akan dijejali oleh muatan-muatan tentang upaya membangun karakter semata.
Murid tidak akan pernah
Jadi, desain multimuatan dalam satu mata pelajaran berpotensi mengideoligisasi ilmu dan mengabaikan makna ilmu sebagai ilmu. Fenomena sabotase sudah teramati sejak pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pengajaran (KTSP). Tidak mengherankan jika sejumlah survei menunjukkan menguatnya sikap intoleran di kalangan murid-murid sekolah belakangan ini.
Dengan KTSP dan desain kurikulum multimuatan yang akan diterapkan, potensi sabotase dan monopoli akan lebih terbuka sebab baik pendekatan maupun substansi pengajaran memungkinkan hal itu.