Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Mati, Saya Ingin Lihat Indonesia...

Kompas.com - 28/11/2012, 09:47 WIB
Tri Harijono

Penulis

Sebaliknya, meski tidak memiliki tanda pengenal, apalagi paspor, mereka tak mau melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Di mata mereka, status WNI jauh lebih baik dibandingkan pindah kewarganegaraan.

Untungnya, Pemerintah Filipina bersikap sangat ramah terhadap pendatang Indonesia. Anak-anak Indonesia boleh bersekolah di sekolah Filipina. Ini berbeda dengan Malaysia yang melarang anak-anak TKI bersekolah di sekolah Malaysia.

Terobosan pendidikan

Untuk mengatasi kemiskinan WNI ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian Luar Negeri RI membangun beberapa pusat pembelajaran (learning center) di beberapa kawasan permukiman WNI, seperti di Tupi, Laensasi, Isulan, Magdub, Kuilantang, dan Balunto, Pulau Mindanao. Umumnya permukiman itu terpencil di tengah perkebunan kelapa atau nanas yang sangat luas. Usia peserta didik tidak dibatasi, siapa pun bisa ikut sekolah ini.

Selain diberikan materi pelajaran Bahasa Indonesia agar mereka bisa berbahasa Indonesia, pengetahuan dasar tentang keindonesiaan juga diberikan kepada mereka.

”Bagaimanapun, mereka warga negara Indonesia. Kita ingin menyentuh mereka yang selama ini tidak tersentuh. Menyapa mereka yang selama ini tidak disapa,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh ketika meresmikan pusat pembelajaran di Tupi.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Luar Negeri RI Paristiyanti Nurwardani mengatakan, selain diberikan pelajaran kebangsaan, mereka juga diberikan pelajaran formal lainnya dan akan mendapat ijazah. Dengan demikian, setelah lulus, mereka bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, peserta didik juga diberikan keterampilan yang bisa memperbaiki perekonomian mereka, seperti membuat nata de coco dari air buah kelapa, membuat kecap ikan, dan bakso ikan bagi anak-anak nelayan.

Mendapat pendidikan gratis seperti ini, tentu saja peserta didik senang bukan kepalang. Seperti dikatakan Bon Oliver B Domis (10), Quennly Love Agamu (8), Aiza S Lengkongdorong (12), dan peserta didik lainnya, mereka selama ini hanya mengenal Indonesia dari pembicaraan lisan.

”Katanya, Indonesia itu negeri yang sangat indah. Mudah-mudahan suatu saat, sebelum tua dan meninggal, saya bisa melihat tanah leluhur saya, Indonesia,” kata Samsudin Makasaehe (15), penuh harap....

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com