Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tematik Integratif Tak Sekadar Menggabungkan

Kompas.com - 07/12/2012, 03:31 WIB

Oleh LUKI AULIA

Sejak 2010 pemerintah mulai menggodok kurikulum pendidikan nasional baru sebagai pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Alasannya, kurikulum lama sudah ”ketinggalan zaman” dan tidak dapat menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi berpikir analitis dan kreatif.

Berdasarkan laporan McKinsey Global Institute ”Indonesia Today”, yang selalu menjadi acuan pemerintah, kompetensi dan kreativitas pelajar Indonesia berada di bawah Jepang, Thailand, Singapura, dan Malaysia, terutama di bidang matematika dan sains. Padahal, kedua bidang itu merupakan dasar dari kemampuan berpikir rasional.

Harapan pemerintah, kurikulum yang baru itu juga akan mampu menjawab konvergensi peradaban. Ada keinginan, Indonesia tidak sekadar membangun ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun peradaban dunia. Untuk mencapai itu, kompetensi siswa dan guru mau tidak mau harus diubah karena tuntutan zaman pun berubah.

Hanya saja, bagi sebagian kalangan, rumusan kurikulum sementara yang muncul justru bertolak belakang dengan semua harapan. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ”hilang” dari kurikulum. Hal itu segera menuai kritik dan protes, terutama di kalangan ilmuwan.

Di dalam lingkaran tim penyusun kurikulum yang baru itu pun masih terjadi silang pendapat. Sebagian menilai dua mata pelajaran itu lebih baik menjadi obyek pembelajaran saja dan tidak perlu muncul sebagai mata pelajaran tersendiri. Namun, sebagian lagi menilai dua bidang itu lebih baik dimunculkan sebagai mata pelajaran tersendiri di kelas IV, V, dan VI sekolah dasar (SD).

Belum ada keputusan final karena naskah kurikulum saat ini masih berada di tahap uji publik yang akan berakhir dua pekan mendatang.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam berbagai kesempatan selalu menjelaskan, kedua mata pelajaran itu tidak dihilangkan, tetapi menjadi obyek pembelajaran dalam tematik integratif. Artinya, kedua bidang itu tidak menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi bergabung ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

”Misalnya, ketika membahas sungai di Bahasa Indonesia, dari sisi IPA masuk materi soal curah hujan, lingkungan, dan sebagainya. Materi IPS-nya masuk dalam bentuk manfaat sungai bagi masyarakat, perlunya menjaga lingkungan, dan sebagainya,” ujarnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemdikbud Suyanto menjelaskan, materi IPA atau IPS itu akan lebur ke dalam tema-tema yang telah ditentukan. Semua fenomena alam sejatinya bisa dimasukkan ke dalam pelajaran membaca di Bahasa Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com