Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tematik Integratif Tak Sekadar Menggabungkan

Kompas.com - 07/12/2012, 03:31 WIB

Penggabungan itu dilakukan karena jumlah mata pelajaran kini dipadatkan. Seperti di SD, mata pelajaran dipadatkan dari 10 mata pelajaran menjadi enam mata pelajaran, yakni Agama, PPKn, Bahasa Indonesia, dan Matematika, sebagai mata pelajaran pokok. Mata pelajaran lain adalah Olahraga dan Kesehatan Jasmani serta Seni Budaya dan Prakarya. Meski jumlah mata pelajaran dipadatkan, lama belajar di sekolah ditambah dari 26 jam menjadi 30 jam per minggu.

Bingung

Penggabungan IPA dan IPS ke balam Bahasa Indonesia disesalkan banyak kalangan karena dikhawatirkan justru akan memperburuk kemampuan nalar dan logika siswa. Guru Besar Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto menjelaskan, selama ini siswa ditunjukkan arah belajar kecakapan yang salah dan dibuat fokus mengejar kecakapan kedaluwarsa, seperti kognitif rutin. Anak-anak jarang diberi kesempatan mengembangkan kecakapan abad ke-21 yang bernalar tingkat tinggi. ”Rangkaian kebijakan pendidikan nasional justru kerap bertolak belakang seperti kurikulum baru ini,” ujarnya.

Bagi banyak pihak, langkah penggabungan ini justru membingungkan. Mengapa bukan sebaliknya, materi Bahasa Indonesia masuk ke mata pelajaran IPA dan IPS atau semua mata pelajaran. Bahasa Indonesia justru akan lebih fleksibel untuk diintegrasikan ke dalam tema apa pun.

Guru SMA Negeri 13 Jakarta, Retno Listyarti, menilai lebih baik Bahasa Indonesia digabung ke mata pelajaran lain daripada mata pelajaran IPA dan IPS dihilangkan. Lebih baik Bahasa Indonesia saja yang masuk ke mana-mana. Namun, ia juga menyadari bahwa jika Bahasa Indonesia dihilangkan, bisa jadi akan ada penilaian tidak nasionalis.

”Padahal, substansinya bukan soal nasionalis atau tidak. Saya, kalau disuruh mengajar atau menulis buku tentang Bahasa Indonesia, juga pasti akan bingung,” kata Retno.

Suyanto menegaskan, tidak mungkin Bahasa Indonesia digabungkan ke mata pelajaran lain karena akan bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam aturan perundang-undangan itu disebutkan bahwa Bahasa Indonesia harus berdiri sebagai mata pelajaran tersendiri dalam kurikulum.

Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta, Sam Mukhtar Chaniago, tidak sependapat jika konten IPA dan IPS diintegrasikan ke dalam Bahasa Indonesia meski hal itu bisa saja dilakukan. Dalam konteks ini, secara substantif bahasa Indonesia tetap menjadi materi utama, sementara IPA dan IPS hanya berfungsi sebagai teks atau bahan bacaan. Sebagai bahan bacaan, teks IPA dan IPS hanya akan ditujukan untuk mendapatkan pemahaman murid terhadap teks seperti bahan bacaan lain.

”Akibatnya, pengetahuan konseptual tentang ke-IPA-an dan ke-IPS-an tidak akan dapat dipahami siswa secara maksimal,” kata Sam.

Jika sebatas teks, penekanan tentu lebih difokuskan untuk meningkatkan keterampilan membaca. Jika teks itu dibacakan guru, aspek yang dikembangkan adalah keterampilan menyimak. Jika teks itu didiskusikan atau menjadi bahan diskusi, aspek berbahasa yang dikembangkan adalah keterampilan berbicara. Jika isi teks itu dikembangkan menjadi tulisan, yang dikembangkan adalah keterampilan menulis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com