IPA-IPS Mestinya Jadi Mata Pelajaran Sendiri

Kompas.com - 15/12/2012, 11:58 WIB
Riana Afifah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tidak munculnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai mata pelajaran sendiri dalam struktur kurikulum untuk jenjang sekolah dasar (SD) masih terus menjadi perdebatan. Banyak pihak yang menuntut agar dua mata pelajaran ini tetap berdiri sendiri sebagai mata pelajaran.

Praktisi Pendidikan dari Universitas Paramadina, Abduh Zein, mengatakan bahwa mata pelajaran IPA dan IPS semestinya tidak diintegrasikan begitu saja pada mata pelajaran lain. Menurutnya, ilmu yang ada dalam dua mata pelajaran tersebut justru yang mendorong pola pikir anak terbentuk.

"Sains ini membentuk pikiran anak untuk masa depan, tapi justru dikeluarkan," kata Zein, saat Focus Group Discussion Menyoal Kurikulum 2013 di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (14/12/2012).

"Indonesia ini kan cenderung ada di alam mistis, jadi butuh fakta-fakta nyata seperti yang muncul dalam sains," imbuh Zein.

Untuk itu, pola berpikir scientific ini semestinya ditanamkan sejak dini, yaitu sejak jenjang SD. Namun, dengan adanya perombakan kurikulum yang hanya mewajibkan enam mata pelajaran tanpa IPA dan IPS di dalamnya, pola pikir tersebut sulit terbentuk.

"SD perlu penanaman berpikir scientific sejak dini, tapi dengan kurikulum baru ini jadi nggak nyambung," ujar Zein.

Ia memberi contoh jika pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia diintegrasikan melalui tugas membuat tulisan tentang salah satu fenomena alam, belum tentu sasaran yang diharapkan dari integrasi tersebut akan tercapai dengan sempurna.

"Misalnya menjelaskan nilai scientific dengan pola kalimat yang baik dan benar. Bisa saja, tapi kalau gagal melaksanakan itu, nilai yang penting justru akan terbengkalai," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau