Aryo Wisanggeni G & Jean Rizal Layuck
Suryati Pulukadang (67) tertawa ketika diajak berbicara bahasa Jawa. ”Tidak ada yang tahu bahasa Jawa di Kampung Jawa sini,” katanya. ”Sehari-hari kami hidup dengan bahasa Jaton, bahasa para ibu pertama orang Jaton, orang Minahasa Tolour,” kata Suryati.
Pertengahan Desember itu kami berbincang di rumah panggung Suryati yang kokoh dengan kayu-kayu yang mengilat karena dimakan usia. Sebuah rumah tradisional Minahasa berhalaman luas yang dibangun tahun 1920 oleh kakeknya, Hasan Pulukadang.
”
Deretan rumah panggung di Kampung Jawa memang lebih mengesankan permukiman orang Minahasa ketimbang sebuah permukiman anak keturunan Kiai Modjo, pengikut Diponegoro, yang diasingkan Belanda ke Tondano pada 1828. Kampung Jawa, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Tondano, ibu kota Kabupaten Minahasa, malah ”lebih Minahasa” daripada Tondano yang semakin menjadi kota.
Orang Jaton bisa berbahasa Minahasa. Sebaliknya, orang Minahasa bisa bingung bercakap di Kampung Jawa karena kosakata Jawa terselip tak beraturan. Sebut saja kata seperti
Kosakata bahasa Jawa banyak berseliweran dalam tuturan orang Jaton, seperti
Usman Hadji Djaafar, warga Kampung Jawa lainnya, bercerita tentang ”bahasa bapak” yang hadir dalam berbagai ritual orang Jaton, yang didasarkan pada ritual Islam dan Jawa. ”Kalau mendoakan orang, kami berujar
Semua penyebutan bulan penanggalan Islam mengikuti penamaan Jawa. Penyebutan hari pun mengikuti kosakata Jawa, misalnya menyebut hari Minggu sebagai hari