oleh Ambrosius Harto M
Banjir pada Desember 2012 dan Januari 2013 membuat jengkel warga Jakasetia dan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Masyarakat menuding salah satu sebab banjir tidak teratasi ialah pembangunan Grand Galaxy City. Selain itu, pembangunan kompleks terpadu terdiri atas perumahan, pertokoan, dan perbelanjaan kelas elit itu diduga menyalahi aturan.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Grand Galaxy City (GGC) meradang. Warga misalnya yang bermukim di RW 19 Villa Galaxy (Jakasetia) dan RW 25 Taman Cikas (Pekayon Jaya) protes. Mereka terkejut ketika pengembang mulai membangun deretan rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan) di Blok K.
Warga merasa tidak pernah memberikan izin tetangga, salah satu persyaratan bagi pengembang mendapat izin mendirikan bangunan (IMB) dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bekasi. Warga menilai jika izin tetangga tidak ada, maka IMB seharusnya tidak terbit. Pembangunan pun seharusnya tidak terjadi.
Namun, papan proyek bertanggal 23 Januari 2013 menggugurkan penilaian warga. Papan bercat dasar biru di bagian atas itu bertuliskan nama dan alamat pembuat yakni BPPT Kota Bekasi. Papan bercat dasar kuning di bagian bawah menginformasikan pendirian 44 ruko. IMB yang diterbitkan bernomor 503/0038/I-B/BPPT.I/I/2013. Pemegang IMB ialah PT Taman Puri Indah, pengembang Villa Galaxy. Padahal, yang akan membangun pertokoan itu ialah PT Cipta Sedayu Indah, pengembang GGC.
Ketua RW 19 Aldentua Siringoringo menduga ada proses penjualan aset dari PT Taman Puri Indah ke PT Cipta Sedayu Indah. Namun, tidak disertai dengan proses balik nama. Selain itu, dengan pembangunan ruko berarti ada perubahan site plan. Kompleks yang saat dikelola oleh pengembang lama fokus untuk hunian. Namun, ketika ada pengembang baru, kompleks dikembangkan menjadi terpadu dengan pembangunan kawasan komersial berupa pertokoan, pusat perbelanjaan (mal), pusat jajanan, dan sarana rekreasi dan olahraga.
Pertemuan
Demi mencari penyelesaian, warga meminta bertemu dengan PT Cipta Sedayu Indah. Namun, warga menuding pengembang tidak beritikad baik. Pengembang nyaris tidak pernah hadir misalnya pada pertemuan pada 2 Februari 2013. Di sisi lain, menyikapi hal itu, pengembang meminta pertemuan pada 8 Februari 2013 yang diklaim tidak dihadiri oleh warga.
Akhirnya, masalah ini dibawa dan difasilitasi untuk diselesaikan melalui Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi. Dalam rapat kerja pada 19 Februari 2013, permasalahan antara masyarakat dan pengembang kian jelas alias centang perentang.
Wakil Ketua Komisi B Mulyanto mengatakan, pertemuan untuk mencari solusi. Dengan turut mengundang unsur teknis Pemerintah Kota Bekasi, diharapkan masalah menjadi terang benderang. Warga dan pengembang agar saling menahan diri dan mengedepankan penyelesaian. "Hindari penyelesaian melalui sengketa hukum," katanya.
Sekretaris RW 25 Rizal Hadena mengatakan, proyek pembangunan menimbulkan kebisingan. Kenyamanan warga tinggal pun terganggu. Sebelum pembangunan, banjir di sekitar kompleks GGC tidak terlalu parah. Ketinggian air 20-30 sentimeter. Pengecualian ialah banjir besar 2002 akibat Sungai Bekasi meluap.
Namun, setelah pembangunan GGC, selama musim hujan, kompleks sekitar kerap tergenang. Misalnya banjir pada Desember 2012 dan Januari 2013 dengan ketinggian air lebih dari 30 sentimeter.
Warga menuding pembangunan GGC mengabaikan perbaikan dan penataan jaringan saluran air. Untuk itu, warga meminta pengembang berhenti membangun. Pengembang harus membuktikan memiliki semua izin termasuk dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Jika izin terpenuhi, warga akan menerima kelanjutan proyek.
Berizin
Anggota Komisi B Lizbet Morliner mengatakan, akan memanggil BPPT Kota Bekasi dan Dinas Tata Kota Bekasi. Pemanggilan untuk menelusuri kebenaran penerbitan IMB. Masalahnya, warga merasa tidak pernah persetujuan untuk penerbitan izin tetangga. Perwakilan BBPT Kota Bekasi yang hadir di akhir pertemuan tidak bisa memberikan tanggapan. Mereka meminta pertemuan lagi dengan Komisi B untuk memberikan penjelasan.
General Manager PT Cipta Sedayu Indah, Handi Stemaris menyanggah bahwa pembangunan kompleks menyalahi aturan. Mereka memiliki IMB dan dokumen amdal. "Jika ditanyakan mengapa IMB terbit tentu BPPT Kota Bekasi yang berwenang menjawabnya," katanya.
Handi mengatakan, pada prinsipnya pengembang tidak akan membangun dengan merusak tatanan yang sudah ada. Justru pengembang akan menata lingkungan. "Sebagai pengusaha, kami ingin mencari untung tetapi secara beretika," katanya.