Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mudjiono, Menanamkan Kecintaan pada Seni Tradisi

Kompas.com - 14/03/2013, 14:35 WIB
Sri Rejeki

Penulis

KOMPAS.com - Berawal dari ketidaksengajaan, Mudjiono diminta membantu kakak iparnya, Bambang Suwarno, mengajari Aditya Novali, anak kolega Bambang yang ingin belajar mendalang. Bambang yang sibuk sebagai dosen Jurusan Pedalangan di Akademi Seni Karawitan Indonesia, Surakarta, kerap meminta Mudjiono menggantikan dia mengajari Aditya mendalang. SRI REJEKI

Saat itu belum ada sanggar mendalang untuk anak. Bahkan, ada anggapan, yang bisa menjadi dalang hanya keturunan dalang,” kata Mudjiono, di Padepokan Seni Sarotama, Ngringo, Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah.

Mudjiono saat itu adalah mahasiswa Jurusan Pedalangan Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI), Surakarta. Aditya mulai belajar kepadanya sejak 1983, saat masih di taman kanak-kanak, hingga tamat sekolah dasar.

Tempat belajarnya menumpang di Dalem Sasono Mulyo, kompleks Keraton Surakarta. Saat itu, ASKI (kini Institut Seni Indonesia/ISI) Surakarta dan Pusat Kesenian Jawa Tengah (kini Taman Budaya Jawa Tengah/TBJT) masih berlokasi di Sasono Mulyo. Seiring berjalannya waktu, murid Mudjiono bertambah dengan masuknya teman-teman Aditya.

Mudjiono adalah anak petani yang lahir dan besar di Malang, Jawa Timur. Kecintaannya pada wayang tertular dari sang ayah, Sapari, yang gemar wayang. Ia pun rajin mendengarkan siaran wayang di radio.

Namun, karena tak mampu membeli wayang, dia membuat sendiri wayang dari bilah bambu yang dihiasi aneka daun. Sampai duduk di sekolah menengah atas, Mudjiono masih kerap membawa wayang buatannya. Teman-teman mengiringi dia mendalang dengan suara mulut menirukan bunyi gamelan.

Pengalaman itu membuat dia tetap mempertahankan kegiatannya mengajari anak-anak mendalang meski telah menjadi pegawai TBJT. Keberhasilan Mudjiono mematahkan mitos bahwa bukan anak dalang pun bisa menjadi dalang, bahkan mengajarkannya kepada orang lain.

Lokasi mengajar mendalang untuk anak-anak itu lalu pindah ke Kentingan, pinggiran Solo, mengikuti kepindahan TBJT sejak 1986. Ia membeli tiga bidang tanah di Ngringo, Jaten, secara bertahap untuk lokasi sanggar yang tak jauh dari rumah. Dananya dari tabungan dan honor anak pertamanya, Bambang Sosodoro, bermain dalam film Bulan Tertusuk Ilalang.

”Awalnya, kegiatan sanggar menumpang di halaman rumah tetangga. Setelah pendapa berdiri, baru kegiatan sanggar digelar di lahan sendiri, tahun 1993,” kata Mudjiono.

Sumbangan

Pendapa itu sumbangan dari kakak iparnya. Sementara seperangkat gamelan dan wayang kulit hasil pinjaman dari kakak ipar dan mertuanya. Mudjiono menamakan sanggar itu Sarotama, senjata busur panah yang biasa dibawa tokoh wayang Janoko.

”Ibaratnya, siswa di sini anak panah yang akan melesat. Kalau kita salah mengarahkan busurnya, anak juga meleset sampai sasaran dan sebaliknya,” kata anak pertama dari delapan bersaudara pasangan Sapari dan Sarminten ini.

Di Sanggar Sarotama, selain mendalang, juga diajarkan karawitan dan tari. Ia beranggapan dalang anak akan lebih klop jika diiringi karawitan anak-anak. Kegiatan sanggar dimulai sepulang sekolah hingga pukul 17.00, Senin sampai Minggu. Hari Sabtu malam untuk pentas atau mengajar murid yang berasal dari luar kota.

Pada pagi hingga siang hari, Mudjiono mengajar karawitan dan seni suara daerah di enam SD di Kota Solo dan Kabupaten Sukoharjo. Hampir seluruh waktunya dicurahkan untuk melayani permintaan mengajar anak belajar mendalang, karawitan, atau tari.

Ia beruntung karena keluarga mendukung, bahkan istrinya, Endang Supadma, adalah guru Jurusan Pedalangan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 8 Solo. Kelima anaknya pun ikut belajar mendalang, karawitan, dan menari bersama anggota sanggar lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com